Sumber: http://www.imigrasi.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=157&Itemid=34
Ditulis oleh Admin
Rabu, 06 Mei 2009
Sebanyak 18 imigran gelap dari Afganistan diamankan petugas kantor Imigrasi Tanjungpinang dari Pelabuhan Sribayintan, Kijang. Mereka diamankan lantaran tidak memiliki kelengkapan dokumen keimigrasian.
Warga Afganistan tersebut ditangkap ketika sudah berada di atas KM Dobon Solo (milik PT Pelni) tujuan Surabaya. Dari pengakuan pengungsi, mereka masuk ke Indonesia melalui pelabuhan tikus Desa Berakit, Malaysia. Muhammad Faqih (19), warga Afganistan yang turut ditangkap, mengaku mereka terpaksa melarikan diri dari negeranya menuju negara ketiga yang dianggap aman. Tindakan nekad tersebut dilakukan karena dipaksa kondisi negara mereka yang tidak aman.
Menurut Faqih, ia melarikan diri dari Afganistan, bukanlah perkara gampang. Untuk bisa keluar dari negaranya saja, mereka harus mengeluarkan uang senilai 10 ribu dolar Amerika atau sekitar Rp100 juta. Kendati telah mengeluarkan uang sebanyak itu, para pengungsi belum tahu pasti, ke negara mana yang dituju. Yang ada dalam benaknya, bagaimana bisa keluar dari Afganistan menuju negara yang dianggap aman untuk hidup. “Kami tidak mau lagi balik ke Negara kami. Karena untuk hidup saja kami susah dan nyawa kami sewaktu-waktu bisa melayang. Kami ingin hidup di negara lain yang kami anggap lebih aman lagi,” ucapnya. Para imgran gelap tersebut sempat membentangkan kertas yang intinya meminta pertolongan dan perlindungan. Mereka berharap badan sosial internasional dapat membantu menyelamatkan mereka. Ohan Suryana, SH, Kepala Imigrasi Tanjungpinang menyatakan, tertangkapnya para pengungsi ilegal itu berawal dari informasi yang diterima dari warga Indonesia yang berada di Malaysia. Informasi tersebut mengatakan ada puluhan warga Afganistan bertolak menuju wilayah Kepri. “Kita dapat informasi, WN Afganistan tersebut akan bertolak dari pelabuhan Kijang menuju Surabaya menggunakan Kapal Pelani. Setelah kita cek ternyata benar. Dan awalnya kita mendapatkan sebanyak 5 orang, kemudian menyusul 13 orang lainnya yang telah menyebar di dalam KM Dobon Solo tersebut,” ucap Ohan. Saat ini, ke-18 imigran tersebut sudah ditahan di rumah detensi Imigrasi menunggu koordinasi dari badan internasional IOM serta UNHCR. Dengan penangkapan18 imigran tersebut, saat ini, sudah 91 warga asing yang ditahan karena masuk secara ilegal. “Sebagian besar mereka berasal dari Afanistan, empat orang dari Srilangka dan satu orang dari Irak. Dari jumlah tersebut, terdapat 3 orang anak-anak dan satu orang wanita,” ungkap Ohan. 18 imigran asal Afganistan itu antara lain Ahmad Paras (20), Daud (18),Ali Reza ((17), Ewes (20), Said Zatif (37), Khalid ((18), Muhamad (18), Qhutam Yahya (19), Muhamad Ali (14), Mansur (45), hanif (25), Husien (34), Sadiq (20), Nasar Ali (20), Jumahan (18), Karim (25), Fida (22) dan Muh Ali (20). (sm/fl/yn)
Terakhir Diperbaharui ( Selasa, 19 Mei 2009 )
Kamis, 21 Oktober 2010
Negara Tak Bisa Asal Usir Imigran Gelap
Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol22515/negara-tak-bisa-asal-usir-imigran-gelap
Senin, 06 July 2009
Saat ini Indonesia menampung sekitar 1404 pengungsi Ilegal yang berasal antara lain dari Iran, Afgasnistan dan Irak. Masalah pengungsi ilegal sepertinya masih menjadi permasalahan yang sulit diselesaikan.
Demikian diungkapkan Dirjen Imigrasi Depkumham, Basyir Ahmad Barmawi kepada wartawan di gedung Depkumham, Jakarta, Senin (6/7). Dengan kondisi geografis yang luas dan berbentuk kepulauan, masuknya imigran gelap ke Indonesia bukanlah suatu hal yang sulit. Hal itu, kata Basyir, ditambah dengan lemahnya pengamanan di batas wilayah.
Basyir membandingkan dengan Singapura. Dengan luas negara yang kecil ditambah dengan banyaknya kapal patroli, Singapura bisa dengan mudah mengusir para imigran di perbatasan. Bila ditekan dengan alasan hak asasi manusia, maka Singapura lebih memilih untuk menjaga hak asasi warganya sendiri dan lebih baik menolong dengan bahan bakar sehingga para imigran tidak jadi masuk ke dalam negaranya dan masuk ke negara lain.
Untuk urusan �menampung' imigran gelap, Indonesia memang baik hati. Buktinya ya itu tadi. Ada 1404 pengungsi yang ada di Indonesia. Ini karena, Indonesia sudah meratifikasi banyak konvensi PBB sehingga harus mengutamakan Hak Asasi Manusia para imigran gelap tersebut, kata Basyir.
Menteri Hukum dan HAM, Andi Matalatta membenarkan pernyataan Basyir mengenai faktor penyebab suburnya jumlah pengungsi di Indonesia. Pertama karena letak Indonesia yang ada di persimpangan membuat negara kita ini menjadi tempat transit para imigran gelap. Senasib dengan kita, negara tetangga Malaysia pun sering dijadikan transit imigran gelap pula, kata dia di tempat yang sama.
Imigran gelap yang datang ke Indonesia, lanjut Andi, biasanya berasal dari negara yang mengalami masalah politik dan ekonomi. Sebagian dari mereka, hanya menjadikan Indonesia sebagai tempat transit untuk kemudian menuju Autralia.
Kebijakan pemerintah yang tidak menolak kedatangan imigran gelap ini diamini guru besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. Menurut dia, berdasarkan hukum internasional, Indonesia tak bisa asal mengusir para imigran gelap.
Indonesia sudah mempunyai perjanjian dengan IOM (International Organization for Migration, red), suatu badan di bawah PBB tentang bagaimana mengatasi imigran gelap. Para imigran gelap itu dibiayai oleh IOM. Mereka disortir lalu IOM yang akan mengirim orang ini bila ada negara yang mau menerima atau malah mereka bisa dideportasi, jelas Hikmahanto kepada hukumonline lewat telepon, Senin (6/7). Bisa dianggap tidak beradab (kalau mengusir imigran gelap itu). Di Australia, hal itu biasa dilakukan. Tapi kalau di Indonesia kan sudah terikat dengan konvensi-konvensi Hak Asasi Manusia. Ya sulit.
Strategi Penanganan
Meski tak boleh mengusir atau menolak kedatangan imigran gelap itu, sambung Hikmahanto, Indonesia harus memperbaiki sistem imigrasi. Setiap kedatangan imigran misalnya, dari negara-negara seperti irak, iran yang tidak mempunyai uang yang cukup, membawa tiket satu arah harus dicurigai ada kemungkinan mereka akan jadi imigran ilegal.
Jika tak diperbaiki, Hikmahanto khawatir akan terjadi konflik baru antara imigran dengan warga negara Indonesia. Sekadar contoh dari hal sepele seperti uang saku misalnya. Ketika berada di tempat penampungan, para imigran itu mendapat uang saku dari IOM dalam bentuk dolar. Bukan tidak mungkin hal ini bisa menimbulkan kecemburuan penduduk setempat.
Untuk mengatasi masalah imigran gelap ini, pemerintah sendiri sudah melakukan suatu aksi dengan membentuk sebuah satuan tugas (satgas) yang diketuai oleh Dirjen imigrasi. Satgas itu melibatkan semua instasi yang ada, termasuk IOM dan UNHCR. Satgas ini salah satunya bertugas mewawancarai dan membujuk imigran tersebut supaya mau kembali ke negara asalnya.
Hasilnya lumayan. Hingga Juli ini, Satgas berhasil mengembalikan 137 orang ke negara asalnya atas kemauan sendiri (voluntary return) yang dibiayai IOM. Ini baru pertama kali lo, voluntary return sampai 137 orang. Artinya kerja baik para petugas, pihak kedubes kita rangkul, ungkap Basyir Ahmad Bardawi
Ditjen Imigrasi, lanjut Basyir, juga telah melakukan tindakan dengan mendeportasi 36 orang di Tanjung Pinang, 4 orang Tanjung Priok dan 22 orang di Pekan Baru. Sedangkan sisanya masih dalam proses. Sementara yang lainnya masih di dalam proses lebih lanjut.
Penulis : M-8 Dibaca : 57
Senin, 06 July 2009
Saat ini Indonesia menampung sekitar 1404 pengungsi Ilegal yang berasal antara lain dari Iran, Afgasnistan dan Irak. Masalah pengungsi ilegal sepertinya masih menjadi permasalahan yang sulit diselesaikan.
Demikian diungkapkan Dirjen Imigrasi Depkumham, Basyir Ahmad Barmawi kepada wartawan di gedung Depkumham, Jakarta, Senin (6/7). Dengan kondisi geografis yang luas dan berbentuk kepulauan, masuknya imigran gelap ke Indonesia bukanlah suatu hal yang sulit. Hal itu, kata Basyir, ditambah dengan lemahnya pengamanan di batas wilayah.
Basyir membandingkan dengan Singapura. Dengan luas negara yang kecil ditambah dengan banyaknya kapal patroli, Singapura bisa dengan mudah mengusir para imigran di perbatasan. Bila ditekan dengan alasan hak asasi manusia, maka Singapura lebih memilih untuk menjaga hak asasi warganya sendiri dan lebih baik menolong dengan bahan bakar sehingga para imigran tidak jadi masuk ke dalam negaranya dan masuk ke negara lain.
Untuk urusan �menampung' imigran gelap, Indonesia memang baik hati. Buktinya ya itu tadi. Ada 1404 pengungsi yang ada di Indonesia. Ini karena, Indonesia sudah meratifikasi banyak konvensi PBB sehingga harus mengutamakan Hak Asasi Manusia para imigran gelap tersebut, kata Basyir.
Menteri Hukum dan HAM, Andi Matalatta membenarkan pernyataan Basyir mengenai faktor penyebab suburnya jumlah pengungsi di Indonesia. Pertama karena letak Indonesia yang ada di persimpangan membuat negara kita ini menjadi tempat transit para imigran gelap. Senasib dengan kita, negara tetangga Malaysia pun sering dijadikan transit imigran gelap pula, kata dia di tempat yang sama.
Imigran gelap yang datang ke Indonesia, lanjut Andi, biasanya berasal dari negara yang mengalami masalah politik dan ekonomi. Sebagian dari mereka, hanya menjadikan Indonesia sebagai tempat transit untuk kemudian menuju Autralia.
Kebijakan pemerintah yang tidak menolak kedatangan imigran gelap ini diamini guru besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. Menurut dia, berdasarkan hukum internasional, Indonesia tak bisa asal mengusir para imigran gelap.
Indonesia sudah mempunyai perjanjian dengan IOM (International Organization for Migration, red), suatu badan di bawah PBB tentang bagaimana mengatasi imigran gelap. Para imigran gelap itu dibiayai oleh IOM. Mereka disortir lalu IOM yang akan mengirim orang ini bila ada negara yang mau menerima atau malah mereka bisa dideportasi, jelas Hikmahanto kepada hukumonline lewat telepon, Senin (6/7). Bisa dianggap tidak beradab (kalau mengusir imigran gelap itu). Di Australia, hal itu biasa dilakukan. Tapi kalau di Indonesia kan sudah terikat dengan konvensi-konvensi Hak Asasi Manusia. Ya sulit.
Strategi Penanganan
Meski tak boleh mengusir atau menolak kedatangan imigran gelap itu, sambung Hikmahanto, Indonesia harus memperbaiki sistem imigrasi. Setiap kedatangan imigran misalnya, dari negara-negara seperti irak, iran yang tidak mempunyai uang yang cukup, membawa tiket satu arah harus dicurigai ada kemungkinan mereka akan jadi imigran ilegal.
Jika tak diperbaiki, Hikmahanto khawatir akan terjadi konflik baru antara imigran dengan warga negara Indonesia. Sekadar contoh dari hal sepele seperti uang saku misalnya. Ketika berada di tempat penampungan, para imigran itu mendapat uang saku dari IOM dalam bentuk dolar. Bukan tidak mungkin hal ini bisa menimbulkan kecemburuan penduduk setempat.
Untuk mengatasi masalah imigran gelap ini, pemerintah sendiri sudah melakukan suatu aksi dengan membentuk sebuah satuan tugas (satgas) yang diketuai oleh Dirjen imigrasi. Satgas itu melibatkan semua instasi yang ada, termasuk IOM dan UNHCR. Satgas ini salah satunya bertugas mewawancarai dan membujuk imigran tersebut supaya mau kembali ke negara asalnya.
Hasilnya lumayan. Hingga Juli ini, Satgas berhasil mengembalikan 137 orang ke negara asalnya atas kemauan sendiri (voluntary return) yang dibiayai IOM. Ini baru pertama kali lo, voluntary return sampai 137 orang. Artinya kerja baik para petugas, pihak kedubes kita rangkul, ungkap Basyir Ahmad Bardawi
Ditjen Imigrasi, lanjut Basyir, juga telah melakukan tindakan dengan mendeportasi 36 orang di Tanjung Pinang, 4 orang Tanjung Priok dan 22 orang di Pekan Baru. Sedangkan sisanya masih dalam proses. Sementara yang lainnya masih di dalam proses lebih lanjut.
Penulis : M-8 Dibaca : 57
ASEM di Bali Bahas Terorisme dan Pengungsi Ilegal
Sumber: http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/11/tgl/28/time/164909/idnews/488024/idkanal/10
Fitraya Ramadhanny - detikNews
Jakarta - Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan pejabat-pejabat imigrasi se-Asia Eropa. Dalam pertemuan tersebut, dibahas beberapa hal penting yang menjadi isu besar saat ini seperti pengungsi gelap, terorisme, narkotika, perdagangan manusia dan pencucian uang. Pertemuan ini akan berlangsung di Hotel Westtin, Nusa Dua, Bali,tanggal 5-7 Desember 2005. Rencananya, pertemuan ini akan dihadiri sekitar 39 delegasi dirjen imigrasi dari Asia dan Eropa. "Isu mengenai pengungsi gelap akan dibahas secara khusus. Masalah pengungsi gelap akan diselesaikan lewat joint partner antara negara-negara anggota dan organisasi internasional," kata Menkum dan HAM Hamid Awaludin, saat jumpa pers di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Senin (28/11/2005). Acara yang bernama The 4th Asia-Europe Meeting (ASEM) for Director General ini mengambil tema "Management of Migratory Flows Beetween Europe and Asia". Dalam acara ini Indonesia menjadi tuan rumah untuk keempat kalinya setelah sebelumnya dilaksanakan di Spanyol (ASEM I), Cina (ASEM II) dan Belanda (ASEM III). Menurut Hamid, dipilihnya Indonesia menjadi tuan rumah dalam acara yang berlangsung tahunan ini, tidak terkait dengan masalah terorisme yang terjadi di Indonesia. "Bukan karena masalah terorisme. Dalam pertemuan ketiga, Indonesia dinilai menonjol menjadi tuan rumah karena secara geografis Indonesia menarik perhatian," tutur Hamid. Selain itu, ujar Hamid, pembahasan mengenai pengungsi ilegal akan dijadikan sebagai sarana untuk mencari solusi dalam pengurangan pengungsi ilegal di Indonesia. "Masalah pengungsi yang legal kita tidak repot karena ada UNHCR. Tapi yang ilegal ini yang menyusahkan," tandas eks anggota KPU ini. (ahm/)
Fitraya Ramadhanny - detikNews
Jakarta - Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan pejabat-pejabat imigrasi se-Asia Eropa. Dalam pertemuan tersebut, dibahas beberapa hal penting yang menjadi isu besar saat ini seperti pengungsi gelap, terorisme, narkotika, perdagangan manusia dan pencucian uang. Pertemuan ini akan berlangsung di Hotel Westtin, Nusa Dua, Bali,tanggal 5-7 Desember 2005. Rencananya, pertemuan ini akan dihadiri sekitar 39 delegasi dirjen imigrasi dari Asia dan Eropa. "Isu mengenai pengungsi gelap akan dibahas secara khusus. Masalah pengungsi gelap akan diselesaikan lewat joint partner antara negara-negara anggota dan organisasi internasional," kata Menkum dan HAM Hamid Awaludin, saat jumpa pers di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Senin (28/11/2005). Acara yang bernama The 4th Asia-Europe Meeting (ASEM) for Director General ini mengambil tema "Management of Migratory Flows Beetween Europe and Asia". Dalam acara ini Indonesia menjadi tuan rumah untuk keempat kalinya setelah sebelumnya dilaksanakan di Spanyol (ASEM I), Cina (ASEM II) dan Belanda (ASEM III). Menurut Hamid, dipilihnya Indonesia menjadi tuan rumah dalam acara yang berlangsung tahunan ini, tidak terkait dengan masalah terorisme yang terjadi di Indonesia. "Bukan karena masalah terorisme. Dalam pertemuan ketiga, Indonesia dinilai menonjol menjadi tuan rumah karena secara geografis Indonesia menarik perhatian," tutur Hamid. Selain itu, ujar Hamid, pembahasan mengenai pengungsi ilegal akan dijadikan sebagai sarana untuk mencari solusi dalam pengurangan pengungsi ilegal di Indonesia. "Masalah pengungsi yang legal kita tidak repot karena ada UNHCR. Tapi yang ilegal ini yang menyusahkan," tandas eks anggota KPU ini. (ahm/)
Dari 85 Imigran, Baru Tiga Dievakuasi
Sumber: http://regional.kompas.com/read/2010/10/18/21074944/Dari.85.Imigran..Baru.Tiga.Dievakuasi
Senin, 18 Oktober 2010 | 21:07 WIB
SURYA/SUGIHARTO
PANDEGLANG, KOMPAS.com — Sebanyak 82 dari 85 imigran asal Sri Lanka yang terdampar di Pulau Panaitan, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, masih belum berhasil dievakuasi.
"Saat ini kami masih belum berhasil mengevakuasi 82 imigran dari total 85 imigran tersebut. Kami baru dapat mengevakuasi tiga orang," kata Kepala Seksi Penegakan Hukum Dirpolair Polda Banten Iptu Arisandi kepada wartawan, Senin (18/10/2010).
Ia juga mengaku terus melakukan koordinasi dengan pihak terkait, di antaranya pihak Imigrasi, dan mencari informasi mengenai latar belakang kedatangan para imigran tersebut.
"Mudah-mudahan, secepatnya kami bisa mengevakuasi imigran tersebut sehingga latar belakang kedatangannya pun dapat kita ketahui," kata Arisandi.
Terkait dengan tiga imigran yang telah dievakuasi, dia mengatakan bahwa mereka sudah diamankan di Pos Polisi Sumur sambil menunggu 82 imigran lainnya.
Kepala Kepolisian Resor Pandeglang AKB Alex Fauzi Rasyad secara terpisah juga menjelaskan, beberapa personel dari Polres Pandeglang terlibat dalam kegiatan evakuasi itu.
"Yang memiliki kewenangan terkait kasus ini Dirpolair Polda Banten, sementara kami hanya membantu karena tempat kejadian perkaranya di Pandeglang," ujarnya.
Seperti diinformasikan, sebuah kapal yang ditumpangi 85 imigran asal Srilanka dikabarkan tenggelam di perairan Selat Sunda, tepatnya di wilayah Pulau Panitan, Kecamatan Sumur.
Tiga dari ke-85 penumpang kapal naas itu berhasil diamankan ketika mencari pertolongan kepada warga setempat.
Senin, 18 Oktober 2010 | 21:07 WIB
SURYA/SUGIHARTO
PANDEGLANG, KOMPAS.com — Sebanyak 82 dari 85 imigran asal Sri Lanka yang terdampar di Pulau Panaitan, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, masih belum berhasil dievakuasi.
"Saat ini kami masih belum berhasil mengevakuasi 82 imigran dari total 85 imigran tersebut. Kami baru dapat mengevakuasi tiga orang," kata Kepala Seksi Penegakan Hukum Dirpolair Polda Banten Iptu Arisandi kepada wartawan, Senin (18/10/2010).
Ia juga mengaku terus melakukan koordinasi dengan pihak terkait, di antaranya pihak Imigrasi, dan mencari informasi mengenai latar belakang kedatangan para imigran tersebut.
"Mudah-mudahan, secepatnya kami bisa mengevakuasi imigran tersebut sehingga latar belakang kedatangannya pun dapat kita ketahui," kata Arisandi.
Terkait dengan tiga imigran yang telah dievakuasi, dia mengatakan bahwa mereka sudah diamankan di Pos Polisi Sumur sambil menunggu 82 imigran lainnya.
Kepala Kepolisian Resor Pandeglang AKB Alex Fauzi Rasyad secara terpisah juga menjelaskan, beberapa personel dari Polres Pandeglang terlibat dalam kegiatan evakuasi itu.
"Yang memiliki kewenangan terkait kasus ini Dirpolair Polda Banten, sementara kami hanya membantu karena tempat kejadian perkaranya di Pandeglang," ujarnya.
Seperti diinformasikan, sebuah kapal yang ditumpangi 85 imigran asal Srilanka dikabarkan tenggelam di perairan Selat Sunda, tepatnya di wilayah Pulau Panitan, Kecamatan Sumur.
Tiga dari ke-85 penumpang kapal naas itu berhasil diamankan ketika mencari pertolongan kepada warga setempat.
PENCARI SUAKA Penanganan Imigran Tunggu Rekomendasi
Sumber: http://regional.kompas.com/read/2010/10/19/04165231/Penanganan.Imigran.Tunggu.Rekomendasi
Selasa, 19 Oktober 2010 | 04:16 WIB
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar mengunjungi imigran asal Afganistan dan Iran yang ditampung di sebuah gedung di Kantor Imigrasi Yogyakarta, Senin (18/10). Para imigran akan dibantu mendapatkan tempat penampungan yang layak selama menunggu proses pemeriksaan yang akan dilakukan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR).
Yogyakarta Kompas - Penanganan imigran asal Iran dan Afganistan—yang ditangkap di Gunung Kidul, DI Yogyakarta, Minggu (17/10)—bergantung pada rekomendasi Organisasi Internasional untuk Migrasi serta Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar mengemukakan hal itu saat menemui 74 imigran tersebut (bukan 85 orang sebagaimana diberitakan sebelumnya) di Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta kemarin.
”Apakah mereka dikategorikan imigran gelap atau hanya mencari suaka dan apakah Indonesia harus menyerahkan kepada negara mereka, lembaga tinggi PBB (Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi/UNHCR) dan IOM (Organisasi Internasional untuk Migrasi) yang nanti berwenang menentukan,” ujarnya.
Di Indonesia, lanjutnya, saat ini terdapat 1.300 imigran. Mereka pergi dari negaranya karena alasan politik dan kekerasan di dalam negeri mereka serta ingin mencari kehidupan yang lebih baik. Indonesia bukan negara tujuan, hanya disinggahi. ”Indonesia akan membantu,” katanya.
Dari 74 imigran yang ditangkap itu, 48 orang di antaranya adalah laki-laki, 14 perempuan, serta 12 anak-anak dan bayi. Yang berasal dari Afganistan 12 orang, sedangkan sisanya dari Iran.
Mereka ditangkap saat berada di kapal di wilayah Pantai Ngrenehan, Gunung Kidul. Untuk menuju kapal itu, dari Pantai Gesing, Gunung Kidul, mereka menggunakan perahu tradisional nelayan dengan cara menyewa.
Menurut Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta Salman Faris, dari 74 imigran itu, baru 80 persen yang diinterogasi. ”Yang memiliki paspor hanya seperempatnya. Ada yang mengatakan dirinya wisatawan, ada juga yang mengatakan mereka keluar dari negaranya karena di negaranya ada gejolak dan kekerasan. Mereka bilang, tujuannya Australia,” kata Salman.
Tentang jumlah imigran yang berubah-ubah, Kepala Kepolisian Resor Gunung Kidul Ajun Komisaris Asep Nalaludin mengatakan, hal itu akibat ada salah hitung. ”Ada yang belum terhitung dan ada yang dihitung dobel,” ujarnya.
Tempat penampungan imigran tersebut adalah bangunan bekas kantor imigrasi. Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta yang digunakan saat ini terletak persis di sebelah bangunan karantina itu. Namun, tempat penampungan tersebut kurang aman. Itulah sebabnya, dua imigran sempat kabur. (PRA)
Selasa, 19 Oktober 2010 | 04:16 WIB
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar mengunjungi imigran asal Afganistan dan Iran yang ditampung di sebuah gedung di Kantor Imigrasi Yogyakarta, Senin (18/10). Para imigran akan dibantu mendapatkan tempat penampungan yang layak selama menunggu proses pemeriksaan yang akan dilakukan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR).
Yogyakarta Kompas - Penanganan imigran asal Iran dan Afganistan—yang ditangkap di Gunung Kidul, DI Yogyakarta, Minggu (17/10)—bergantung pada rekomendasi Organisasi Internasional untuk Migrasi serta Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar mengemukakan hal itu saat menemui 74 imigran tersebut (bukan 85 orang sebagaimana diberitakan sebelumnya) di Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta kemarin.
”Apakah mereka dikategorikan imigran gelap atau hanya mencari suaka dan apakah Indonesia harus menyerahkan kepada negara mereka, lembaga tinggi PBB (Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi/UNHCR) dan IOM (Organisasi Internasional untuk Migrasi) yang nanti berwenang menentukan,” ujarnya.
Di Indonesia, lanjutnya, saat ini terdapat 1.300 imigran. Mereka pergi dari negaranya karena alasan politik dan kekerasan di dalam negeri mereka serta ingin mencari kehidupan yang lebih baik. Indonesia bukan negara tujuan, hanya disinggahi. ”Indonesia akan membantu,” katanya.
Dari 74 imigran yang ditangkap itu, 48 orang di antaranya adalah laki-laki, 14 perempuan, serta 12 anak-anak dan bayi. Yang berasal dari Afganistan 12 orang, sedangkan sisanya dari Iran.
Mereka ditangkap saat berada di kapal di wilayah Pantai Ngrenehan, Gunung Kidul. Untuk menuju kapal itu, dari Pantai Gesing, Gunung Kidul, mereka menggunakan perahu tradisional nelayan dengan cara menyewa.
Menurut Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta Salman Faris, dari 74 imigran itu, baru 80 persen yang diinterogasi. ”Yang memiliki paspor hanya seperempatnya. Ada yang mengatakan dirinya wisatawan, ada juga yang mengatakan mereka keluar dari negaranya karena di negaranya ada gejolak dan kekerasan. Mereka bilang, tujuannya Australia,” kata Salman.
Tentang jumlah imigran yang berubah-ubah, Kepala Kepolisian Resor Gunung Kidul Ajun Komisaris Asep Nalaludin mengatakan, hal itu akibat ada salah hitung. ”Ada yang belum terhitung dan ada yang dihitung dobel,” ujarnya.
Tempat penampungan imigran tersebut adalah bangunan bekas kantor imigrasi. Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta yang digunakan saat ini terletak persis di sebelah bangunan karantina itu. Namun, tempat penampungan tersebut kurang aman. Itulah sebabnya, dua imigran sempat kabur. (PRA)
Kelaparan, Tiga Imigran Terjun ke Laut
Sumber: http://regional.kompas.com/read/2010/10/19/19244465/Kelaparan..Tiga.Imigran.Terjun.ke.Laut
Selasa, 19 Oktober 2010 | 19:24 WIB
SURYA/SUGIHARTO
CILEGON, KOMPAS.com - Pengakuan imigran gelap Srilanka, tiga rekannya hilang di laut setelah mereka terjun untuk mendekati kapal nelayan pancing untuk meminta makanan.
"Ketiga teman kami terjun ke laut. Sebelum terjun, mereka mengatakan sudah tidak tahan lagi karena lapar dan stres," kata salah seorang imigran, Dhanraj (19) yang ditemui di RSKM Cilegon, Selasa (19/10/2010).
Masih menurut Dhanraj yang tercatat sebagai mahasiswa di Srilanka, ketiganya sebelum terjun ke laut sempat dilarang oleh rekan lainnya, namun karena sudah tidak tahan berhari-hari tidak makan, mereka nekat terjun ke laut.
"Tidak ada makanan, air dan bahan bakar di kapal, sebenarnya kami semua sudah stres, dan sampai sekarang kami tidak tahu keberadaan teman kami itu," katanya.
Ketiga imigran gelap yang terjun dinyatakan meninggal oleh rekan-rekannya pada Senin lalu. "Dua pria dan satu wanita," katanya.
Menurut Dhanraj, sebanyak 85 orang yang terdiri 52 laki-laki dewasa, 15 perempuan dan 18 anak-anak berangkat dari Srilanka 31 Agustus lalu.
"Perkiraan kami perjalanan dari Srilanka menuju Pulau Cristmas, Australia hanya 15 hari, tapi setelah 20 hari, kapal kami masih berada di laut dan belum sampai tujuan," katanya.
Sementara perbekalan yang dibawa termasuk bahan bakar minyak kapal pengangkut mereka hanya disiapkan untuk 20 hari saja.
"Perbekalan dipersiapkan untuk perjalanan 20 hari saja, tetapi kami masih berada di laut. Kami kehilangan GPS atau alat penunjuk arah," katanya.
Kabubdit Bin Ops Polair Polda Banten, Kompol Taswin, membenarkan adanya pengakuan dari imigran, tiga rekannya terjun ketika dalam perjalanan di tengah laut.
"Pengakuan dari mereka, tiga orang rekannya itu terjun karena kelelahan dan stres," kata Taswin.
Selasa, 19 Oktober 2010 | 19:24 WIB
SURYA/SUGIHARTO
CILEGON, KOMPAS.com - Pengakuan imigran gelap Srilanka, tiga rekannya hilang di laut setelah mereka terjun untuk mendekati kapal nelayan pancing untuk meminta makanan.
"Ketiga teman kami terjun ke laut. Sebelum terjun, mereka mengatakan sudah tidak tahan lagi karena lapar dan stres," kata salah seorang imigran, Dhanraj (19) yang ditemui di RSKM Cilegon, Selasa (19/10/2010).
Masih menurut Dhanraj yang tercatat sebagai mahasiswa di Srilanka, ketiganya sebelum terjun ke laut sempat dilarang oleh rekan lainnya, namun karena sudah tidak tahan berhari-hari tidak makan, mereka nekat terjun ke laut.
"Tidak ada makanan, air dan bahan bakar di kapal, sebenarnya kami semua sudah stres, dan sampai sekarang kami tidak tahu keberadaan teman kami itu," katanya.
Ketiga imigran gelap yang terjun dinyatakan meninggal oleh rekan-rekannya pada Senin lalu. "Dua pria dan satu wanita," katanya.
Menurut Dhanraj, sebanyak 85 orang yang terdiri 52 laki-laki dewasa, 15 perempuan dan 18 anak-anak berangkat dari Srilanka 31 Agustus lalu.
"Perkiraan kami perjalanan dari Srilanka menuju Pulau Cristmas, Australia hanya 15 hari, tapi setelah 20 hari, kapal kami masih berada di laut dan belum sampai tujuan," katanya.
Sementara perbekalan yang dibawa termasuk bahan bakar minyak kapal pengangkut mereka hanya disiapkan untuk 20 hari saja.
"Perbekalan dipersiapkan untuk perjalanan 20 hari saja, tetapi kami masih berada di laut. Kami kehilangan GPS atau alat penunjuk arah," katanya.
Kabubdit Bin Ops Polair Polda Banten, Kompol Taswin, membenarkan adanya pengakuan dari imigran, tiga rekannya terjun ketika dalam perjalanan di tengah laut.
"Pengakuan dari mereka, tiga orang rekannya itu terjun karena kelelahan dan stres," kata Taswin.
Jebol Teralis 22 Imigran Kabur dari Rudenim Denpasar
Sumber: http://regional.kompas.com/read/2010/10/20/19180293/22.Imigran.Kabur.dari.Rudenim.Denpasar-3
Rabu, 20 Oktober 2010
DENPASAR, KOMPAS.com - Sebanyak 22 imigran gelap asal Timur Tengah dari 62 Imigran yang ditahan di rumah detensi imigrasi (Rudenim) Denpasar melarikan diri dengan cara menjebol tralis ruang tahanan pada Senin (18/10/2010) dini hari. Sebelum kabur mereka sempat mengamuk dengan berteriak-teriak hingga memecahkan kaca kantor Rudenim.
Awalnya mereka ribut bahkan sampai ada yang berteriak.
-- Amir Fatah
“Awalnya mereka ribut bahkan sampai ada yang berteriak,” ujar Plt. Kepala Rudenim Denpasar, Amir Fatah saat dihubungi Rabu (20/10/2010).
Meski petugas sudah berusaha menenangkan mereka, namun karena jumlahnya terbatas suasana semakin tak terkendali.
“Ini memang karena personel kami yang terbatas. Saat kejadian petugas hanya ada 4 orang saja," imbuh Amir.
Setelah mengamuk, tidak berselang berapa lama para imigran yang kebanyakan berasal dari Afganistan ini kemudian kabur dengan menarik teralis jeruji ruang tahanan Rudenim.
“Hanya dengan cara itu mereka bisa kabur,” kata Amir.
Karena tembok dinding belakang tidak dilengkapi kawat berduri dan tidak terlalu tinggi, para imigran ini dengan mudah melompati tembok tersebut.
Saat ini pihak Imigrasi telah meminta bantuan aparat kepolisian untuk menangkap para imigran tersebut. Para imigran yang kabur ini merupakan kelompok Afganistan yang ditangkap di Kuta beberapa waktu lalu.
Rabu, 20 Oktober 2010
DENPASAR, KOMPAS.com - Sebanyak 22 imigran gelap asal Timur Tengah dari 62 Imigran yang ditahan di rumah detensi imigrasi (Rudenim) Denpasar melarikan diri dengan cara menjebol tralis ruang tahanan pada Senin (18/10/2010) dini hari. Sebelum kabur mereka sempat mengamuk dengan berteriak-teriak hingga memecahkan kaca kantor Rudenim.
Awalnya mereka ribut bahkan sampai ada yang berteriak.
-- Amir Fatah
“Awalnya mereka ribut bahkan sampai ada yang berteriak,” ujar Plt. Kepala Rudenim Denpasar, Amir Fatah saat dihubungi Rabu (20/10/2010).
Meski petugas sudah berusaha menenangkan mereka, namun karena jumlahnya terbatas suasana semakin tak terkendali.
“Ini memang karena personel kami yang terbatas. Saat kejadian petugas hanya ada 4 orang saja," imbuh Amir.
Setelah mengamuk, tidak berselang berapa lama para imigran yang kebanyakan berasal dari Afganistan ini kemudian kabur dengan menarik teralis jeruji ruang tahanan Rudenim.
“Hanya dengan cara itu mereka bisa kabur,” kata Amir.
Karena tembok dinding belakang tidak dilengkapi kawat berduri dan tidak terlalu tinggi, para imigran ini dengan mudah melompati tembok tersebut.
Saat ini pihak Imigrasi telah meminta bantuan aparat kepolisian untuk menangkap para imigran tersebut. Para imigran yang kabur ini merupakan kelompok Afganistan yang ditangkap di Kuta beberapa waktu lalu.
Kamis, 14 Oktober 2010
Imigran_Afghanistan_Diduga_Korban_Sindikat_Pencari_Suaka
Jumat, 17 September 2010 15:25 WIB 0 Komentar 0 0
CETAK
Sumber:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/09/169143/128/101/Imigran_Afghanistan_Diduga_Korban_Sindikat_Pencari_Suaka
PALU--MI: Situasi Afghanistan yang bergejolak menjadi peluang bisnis bagi kelompok tertentu dengan menfasilitasi penduduk yang mau mencari suaka ke negara ketiga.
"Kami menduga kuat ini adalah ulah sindikat bermotif finansial di negara mereka sendiri yang punya jaringan di Indonesia," kata Kepala Divisi Imigrasi Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Tengah (Sulteng) Ade Endang Dachlan di Palu, Jumat (17/9).
Ia mengatakan, para imigran Afghanistan pencari suaka itu tidak mengetahui akan dibawa ke negara mana, sebab yang terpenting bagi mereka bisa ke luar dari negaranya.
Menurutnya, para imigran Afghanistan yang masuk ke Palu belum dapat dikategorikan imigran gelap yang akan melakukan perbuatan jahat di negara tujuan mereka. Mereka adalah pencari suaka karena jiwa mereka terancam di negara sendiri yang tengah bergolak. Mereka mengantongi surat keterangan pencari suaka (perlindungan politik) dari UNHCR.
Ade menambahkan, Indonesia belum menandatangani Konvensi 51 tentang Perlindungan Bagi Pencari Suaka. Namun, atas dasar kemanusiaan, pemerintah akan membantu warga negara asing yang meminta perlindungan.
"Kita wajib membantu mereka menuju negara ketiga. Mereka bukan penjahat dan tidak berbahaya. Jadi kita harus melindungi dan memfasilitasi mereka. Itu merupakan beban moral kita terhadap sesama manusia yang keselamatannya terancam," katanya.
Kantor Imigrasi Palu, Jumat pagi, memberangkatkan 16 dari 29 imigran Afghanistan yang diamankan awal pekan ini ke Makassar, Sulawesi Selatan. Mereka diberangkatkan dari Bandara Mutiara menuju Bandara Sultan Hasanuddin menggunakan penerbangan Lion Air. (Ant/OL-01)
CETAK
Sumber:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/09/169143/128/101/Imigran_Afghanistan_Diduga_Korban_Sindikat_Pencari_Suaka
PALU--MI: Situasi Afghanistan yang bergejolak menjadi peluang bisnis bagi kelompok tertentu dengan menfasilitasi penduduk yang mau mencari suaka ke negara ketiga.
"Kami menduga kuat ini adalah ulah sindikat bermotif finansial di negara mereka sendiri yang punya jaringan di Indonesia," kata Kepala Divisi Imigrasi Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Tengah (Sulteng) Ade Endang Dachlan di Palu, Jumat (17/9).
Ia mengatakan, para imigran Afghanistan pencari suaka itu tidak mengetahui akan dibawa ke negara mana, sebab yang terpenting bagi mereka bisa ke luar dari negaranya.
Menurutnya, para imigran Afghanistan yang masuk ke Palu belum dapat dikategorikan imigran gelap yang akan melakukan perbuatan jahat di negara tujuan mereka. Mereka adalah pencari suaka karena jiwa mereka terancam di negara sendiri yang tengah bergolak. Mereka mengantongi surat keterangan pencari suaka (perlindungan politik) dari UNHCR.
Ade menambahkan, Indonesia belum menandatangani Konvensi 51 tentang Perlindungan Bagi Pencari Suaka. Namun, atas dasar kemanusiaan, pemerintah akan membantu warga negara asing yang meminta perlindungan.
"Kita wajib membantu mereka menuju negara ketiga. Mereka bukan penjahat dan tidak berbahaya. Jadi kita harus melindungi dan memfasilitasi mereka. Itu merupakan beban moral kita terhadap sesama manusia yang keselamatannya terancam," katanya.
Kantor Imigrasi Palu, Jumat pagi, memberangkatkan 16 dari 29 imigran Afghanistan yang diamankan awal pekan ini ke Makassar, Sulawesi Selatan. Mereka diberangkatkan dari Bandara Mutiara menuju Bandara Sultan Hasanuddin menggunakan penerbangan Lion Air. (Ant/OL-01)
Keimigrasian_Pencari_Suaka_Diperketat
Sumber:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/09/171734/16/1/Keimigrasian_Pencari_Suaka_Diperketat
JAKARTA--MI: Kementerian Hukum dan HAM melalui peraturan direktur jenderal imigrasi tertanggal 17 September 2010Â memperketat keimigrasian pencari suaka guna mengatasi imigran ilegal.
Kepala Bagian Humas, Litigasi dan Tata Usaha Kemenkumham, M J Baringbing di Jakarta, rABU (29/9), mengatakan bahwa kebijakan baru Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-1489.UM.08.05 tentang Penanganan Imigran Ilegal pada prinsipnya menekankan bahwa semua imigran ilegal akan terkena tindakan keimigrasian.
Ia menjelaskan bahwa warga negara asing yang masuk ke Indonesia setelah diidentifikasi dan ditetapkan berita acara diketahui bahwa mereka adalah imigran gelap maka akan dimasukkan ke salah satu dari 13 rumah detensi di Tanah Air.
Namun bagi mereka yang menyatakan diri sebagai pencari suaka tentu tidak dapat dideportasi ke negara asal, karena ketentuan internasional. Warga asing yang ternyata pengungsi karena terjadi suatu hal di negaranya -tidak aman- tidak boleh dikembalikan ke negara asal.
Imigrasi akan berkoordinasi dengan UNHCR - bagian PBB yang menangani pengungsi. Pencari suaka maupun pengungsi atas alasan tertentu dan tidak dapat dideportasi harus mendapatkan "Attestation Letter" atau Surat Keterangan dari UNHCR.
"Jika mereka tidak mendapat surat keterangan UNHCR, mereka harus dimasukkan ke rumah detensi dan dideportasi. Pengurusan segala pembiayaannya pun tidak dibebankan ke imigrasi dan Pemerintah Indonesia," ujar dia.
Bagi mereka, pencari suaka maupun pengungsi, walaupun tidak ditahan tetapi wajib mengikuti Undang-Undang (UU). Dan jika mereka melakukan tindakan melanggar hukum tentu tetap diproses sesuai UU berlaku.
Sementara itu, lanjut Baringbing, bagi mereka yang masuk Indonesia tetapi telah mengantongi surat keterangan sebagai pengungsi dari negara lain maka akan terkena proses keimigrasian. "Contoh jika mereka di Malaysia sudah dapat surat UNHCR ya harusnya diproses di sana," katanya. (Ant/OL-2)
Bookmark and Share [SEO Monitor by MyPagerank.Net]
JAKARTA--MI: Kementerian Hukum dan HAM melalui peraturan direktur jenderal imigrasi tertanggal 17 September 2010Â memperketat keimigrasian pencari suaka guna mengatasi imigran ilegal.
Kepala Bagian Humas, Litigasi dan Tata Usaha Kemenkumham, M J Baringbing di Jakarta, rABU (29/9), mengatakan bahwa kebijakan baru Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-1489.UM.08.05 tentang Penanganan Imigran Ilegal pada prinsipnya menekankan bahwa semua imigran ilegal akan terkena tindakan keimigrasian.
Ia menjelaskan bahwa warga negara asing yang masuk ke Indonesia setelah diidentifikasi dan ditetapkan berita acara diketahui bahwa mereka adalah imigran gelap maka akan dimasukkan ke salah satu dari 13 rumah detensi di Tanah Air.
Namun bagi mereka yang menyatakan diri sebagai pencari suaka tentu tidak dapat dideportasi ke negara asal, karena ketentuan internasional. Warga asing yang ternyata pengungsi karena terjadi suatu hal di negaranya -tidak aman- tidak boleh dikembalikan ke negara asal.
Imigrasi akan berkoordinasi dengan UNHCR - bagian PBB yang menangani pengungsi. Pencari suaka maupun pengungsi atas alasan tertentu dan tidak dapat dideportasi harus mendapatkan "Attestation Letter" atau Surat Keterangan dari UNHCR.
"Jika mereka tidak mendapat surat keterangan UNHCR, mereka harus dimasukkan ke rumah detensi dan dideportasi. Pengurusan segala pembiayaannya pun tidak dibebankan ke imigrasi dan Pemerintah Indonesia," ujar dia.
Bagi mereka, pencari suaka maupun pengungsi, walaupun tidak ditahan tetapi wajib mengikuti Undang-Undang (UU). Dan jika mereka melakukan tindakan melanggar hukum tentu tetap diproses sesuai UU berlaku.
Sementara itu, lanjut Baringbing, bagi mereka yang masuk Indonesia tetapi telah mengantongi surat keterangan sebagai pengungsi dari negara lain maka akan terkena proses keimigrasian. "Contoh jika mereka di Malaysia sudah dapat surat UNHCR ya harusnya diproses di sana," katanya. (Ant/OL-2)
Bookmark and Share [SEO Monitor by MyPagerank.Net]
13 Imigran Gelap Kabur, Baru Satu yang Ditangkap
Sumber:http://www.mediaindonesia.com/read/2010/09/16/168801/128/101/13-Imigran-Gelap-Kabur-Baru-Satu-yang-Ditangkap
Kamis, 16 September 2010 04:37 WIB 0 Komentar 0 0
Penulis : Hafid Laturadja
CETAK
KIRIM
FACEBOOK
Buzz up!
PALU--MI: Tiga belas dari 29 imigran gelap asal Afghanistan pencari suaka politik yang kabur dari salah satu hotel (tempat penitipan) di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Rabu dini hari (15/9). Hingga Rabu sore, baru satu yang berhasil ditemukan petugas.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Imigrasi Klas II A Palu Irwan N. Tangge kepada mediaindonesia.com mengatakan, dari 13 imigran Afghanistan yang kabur, baru satu orang yang berhasil ditemukan petugas imigrasi. "Sebagian besar masih kabur hingga Rabu sore (15/9)," katanya ditemui di kantornya, Rabu sore.
Irwan Tangge mengaku, ke-13 imigran Afghanistan itu kabur pada Rabu sekitar pukul 03.00 Wita dengan cara memanjat pagar hotel lalu kabur ke kompleks permukiman penduduk di Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Selatan. Pihaknya telah berkoordinasi dengan aparat kepolisian untuk melakukan pencarian belasan warga asing yang kabur tersebut.
"Selain meminta bantuan polisi, kami juga telah mengerahkan sejumlah petugas untuk mencari imigran Afghanistan itu," katanya.
Ke-17 warga Afghanistan yang tidak kabur kini ditampung di aula kantor Imigrasi Palu. Satu per satu mereka dimintai keterangan dan identitas diri. Selain itu, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Imigrasi Makassar guna proses penanganan selanjutnya.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Imigrasi Makassar. Dalam waktu dekat puluhan imigran gelap itu akan dibawa ke sana," kata Irwan Tangge. (HF/OL-5)
Kamis, 16 September 2010 04:37 WIB 0 Komentar 0 0
Penulis : Hafid Laturadja
CETAK
KIRIM
Buzz up!
PALU--MI: Tiga belas dari 29 imigran gelap asal Afghanistan pencari suaka politik yang kabur dari salah satu hotel (tempat penitipan) di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Rabu dini hari (15/9). Hingga Rabu sore, baru satu yang berhasil ditemukan petugas.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Imigrasi Klas II A Palu Irwan N. Tangge kepada mediaindonesia.com mengatakan, dari 13 imigran Afghanistan yang kabur, baru satu orang yang berhasil ditemukan petugas imigrasi. "Sebagian besar masih kabur hingga Rabu sore (15/9)," katanya ditemui di kantornya, Rabu sore.
Irwan Tangge mengaku, ke-13 imigran Afghanistan itu kabur pada Rabu sekitar pukul 03.00 Wita dengan cara memanjat pagar hotel lalu kabur ke kompleks permukiman penduduk di Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Selatan. Pihaknya telah berkoordinasi dengan aparat kepolisian untuk melakukan pencarian belasan warga asing yang kabur tersebut.
"Selain meminta bantuan polisi, kami juga telah mengerahkan sejumlah petugas untuk mencari imigran Afghanistan itu," katanya.
Ke-17 warga Afghanistan yang tidak kabur kini ditampung di aula kantor Imigrasi Palu. Satu per satu mereka dimintai keterangan dan identitas diri. Selain itu, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Imigrasi Makassar guna proses penanganan selanjutnya.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Imigrasi Makassar. Dalam waktu dekat puluhan imigran gelap itu akan dibawa ke sana," kata Irwan Tangge. (HF/OL-5)
Belasan Imigran Gelap Diringkus di Kupang
Sumber:http://www.metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2010/08/13/111101/Belasan-Imigran-Gelap-Diringkus-di-Kupang
Headline News / Nusantara / Jumat, 13 Agustus 2010 17:22 WIB
Metrotvnews.com, Kupang: Kepolisian Sektor Kota Kelapa Lima, Kupang, Nusatenggara Timur, Jumat (13/8), meringkus 17 imigran gelap. Mereka berupaya kabur dari rumah penampungan dengan memanjat tembok setinggi tujuh meter.
Para imigran gelap itu dibekuk di salah satu rumah warga. Lalu, mereka digelandang ke Markas Polsekta Kelapa Lima untuk diperiksa dan diambil datanya. Kemudian mereka akan dikembali ke rumah detensi imigrasi.
Selanjutnya, mereka bakal diisolasi di rudemin hingga batas waktu yang belum ditentukan untuk memberi efek jera. Ke-17 imigran gelap hingga kini masih diperiksa di Mapolsekta.
Sebelumnya polisi juga membekuk tujuh imigran gelap di Pantai Paradiso Oesapa, Kupang. Para imigran itu mencoba melarikan diri ke Australia.(RAS)
Headline News / Nusantara / Jumat, 13 Agustus 2010 17:22 WIB
Metrotvnews.com, Kupang: Kepolisian Sektor Kota Kelapa Lima, Kupang, Nusatenggara Timur, Jumat (13/8), meringkus 17 imigran gelap. Mereka berupaya kabur dari rumah penampungan dengan memanjat tembok setinggi tujuh meter.
Para imigran gelap itu dibekuk di salah satu rumah warga. Lalu, mereka digelandang ke Markas Polsekta Kelapa Lima untuk diperiksa dan diambil datanya. Kemudian mereka akan dikembali ke rumah detensi imigrasi.
Selanjutnya, mereka bakal diisolasi di rudemin hingga batas waktu yang belum ditentukan untuk memberi efek jera. Ke-17 imigran gelap hingga kini masih diperiksa di Mapolsekta.
Sebelumnya polisi juga membekuk tujuh imigran gelap di Pantai Paradiso Oesapa, Kupang. Para imigran itu mencoba melarikan diri ke Australia.(RAS)
Puluhan Imigran Afganistan Dibekuk di Palu
Sumber:http://www.metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2010/09/14/113091/Puluhan-Imigran-Afganistan-Dibekuk-di-Palu
Metro Pagi / Nusantara / Selasa, 14 September 2010 05:08 WIB
Metrotvnews.com, Palu: Sebanyak 29 imigran asal Afganistan ditangkap Direktorat Intelkam Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah dan Buru Sergap Kepolisian Resor Palu, Senin (13/9). Imigran pencari suaka itu dicokok di rumah penampungan di Kota Palu.
Awalnya hanya tujuh orang yang ditangkap. Saat itu, mereka baru saja mendarat di Bandar Udara Mutiara, Kota Palu, dengan pesawat Batavia Air dari Makassar, Sulawesi Selatan. Dari keterangan mereka, polisi mengetahui persembunyian delapan imigran lainnya.
Sisanya diringkus di rumah penampungan yang terletak di Jalan Tanjungangin, Kecamatan Palu Selatan. Kebanyakan dari mereka tak memiliki paspor. Mereka hanya mengantongi surat keterangan dari Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR).
Puluhan imigran itu kemudian digiring ke Mapolda Sulteng. Warga sekitar mengaku tak mengetahui adanya imigran di wilayah mereka.
Seorang pengungsi, Ali, mengaku meninggalkan Afganistan karena ingin kehidupan lebih laik dan enggan melihat perang di negeri mereka. Seperti adanya Taliban, Al Qaeda dan masalah politik lainnya. Alhasil Ali dan rekannya menjadi imigran.
Sebenarnya, mereka diarahkan ke Rusia sebagai negara tujuan mengungsi. Tapi mereka lebih memilih ke Asia dengan harapan bisa sampai ke Australia. Sebagian dari mereka sudah meninggalkan Afganistan sejak dua bulan silam.(RAS)
Metro Pagi / Nusantara / Selasa, 14 September 2010 05:08 WIB
Metrotvnews.com, Palu: Sebanyak 29 imigran asal Afganistan ditangkap Direktorat Intelkam Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah dan Buru Sergap Kepolisian Resor Palu, Senin (13/9). Imigran pencari suaka itu dicokok di rumah penampungan di Kota Palu.
Awalnya hanya tujuh orang yang ditangkap. Saat itu, mereka baru saja mendarat di Bandar Udara Mutiara, Kota Palu, dengan pesawat Batavia Air dari Makassar, Sulawesi Selatan. Dari keterangan mereka, polisi mengetahui persembunyian delapan imigran lainnya.
Sisanya diringkus di rumah penampungan yang terletak di Jalan Tanjungangin, Kecamatan Palu Selatan. Kebanyakan dari mereka tak memiliki paspor. Mereka hanya mengantongi surat keterangan dari Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR).
Puluhan imigran itu kemudian digiring ke Mapolda Sulteng. Warga sekitar mengaku tak mengetahui adanya imigran di wilayah mereka.
Seorang pengungsi, Ali, mengaku meninggalkan Afganistan karena ingin kehidupan lebih laik dan enggan melihat perang di negeri mereka. Seperti adanya Taliban, Al Qaeda dan masalah politik lainnya. Alhasil Ali dan rekannya menjadi imigran.
Sebenarnya, mereka diarahkan ke Rusia sebagai negara tujuan mengungsi. Tapi mereka lebih memilih ke Asia dengan harapan bisa sampai ke Australia. Sebagian dari mereka sudah meninggalkan Afganistan sejak dua bulan silam.(RAS)
Puluhan Imigran Gelap Diringkus di Sukabumi
Sumber:http://www.metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2010/09/21/113528/Puluhan-Imigran-Gelap-Diringkus-di-Sukabumi
Headline News / Nusantara / Selasa, 21 September 2010 07:02 WIB
Metrotvnews.com, Sukabumi: Sebanyak 46 imigran gelap asal Irak dan Iran dicokok Kepolisian Sektor Ciemas, Sukabumi, Jawa Barat, Senin (20/9). Mereka diangkut perahu nelayan dari Cilacap, Jawa Tengah, dan hendak menyeberang ke Australia.
Menggunakan dua truk, puluhan imigran itu dibawa ke kantor imigrasi kelas II Kota Sukabumi. Alih-alih ingin ke Negeri Kanguru, kapal mereka malah dihantam ombak besar. Alhasil kapal nelayan tersebut terdampar di perairan Ciemas.
Mereka terdiri dari sembilan perempuan, anak anak dan 31 lelaki. Para imigran itu sempat protes saat ditangkap karena mengaku memiliki dokumen yang sah. Rencananya, mereka dikirim ke rumah detensi imigrasi Jakarta.
Kapolsek Ciemas Ajun Komisaris Polisi Sumartoyo mengatakan penangkapan berkat laporan dari masyarakat. Sementara Kepolisian Pelabuhan Ratu dan Kepolisian Resor Sukabumi menjaga ketat karena khawatir para imigran kabur.(RAS)
Headline News / Nusantara / Selasa, 21 September 2010 07:02 WIB
Metrotvnews.com, Sukabumi: Sebanyak 46 imigran gelap asal Irak dan Iran dicokok Kepolisian Sektor Ciemas, Sukabumi, Jawa Barat, Senin (20/9). Mereka diangkut perahu nelayan dari Cilacap, Jawa Tengah, dan hendak menyeberang ke Australia.
Menggunakan dua truk, puluhan imigran itu dibawa ke kantor imigrasi kelas II Kota Sukabumi. Alih-alih ingin ke Negeri Kanguru, kapal mereka malah dihantam ombak besar. Alhasil kapal nelayan tersebut terdampar di perairan Ciemas.
Mereka terdiri dari sembilan perempuan, anak anak dan 31 lelaki. Para imigran itu sempat protes saat ditangkap karena mengaku memiliki dokumen yang sah. Rencananya, mereka dikirim ke rumah detensi imigrasi Jakarta.
Kapolsek Ciemas Ajun Komisaris Polisi Sumartoyo mengatakan penangkapan berkat laporan dari masyarakat. Sementara Kepolisian Pelabuhan Ratu dan Kepolisian Resor Sukabumi menjaga ketat karena khawatir para imigran kabur.(RAS)
48 Imigran Gelap Diburu Polisi
Sumber:http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?idwil=4&nNewsId=41676
furqon/beritajakarta.com
BERITAJAKARTA.COM — 13-10-2010 13:49
Proses pencarian terhadap 52 imigran gelap yang kabur dari Rumah Detensi Imigrasi, Jl Peta Selatan, Kalideres, Jakarta Barat, terus dilakukan petugas imigrasi Jakarta. Saat ini dari 52 imigran yang kabur, baru 4 orang yang berhasil ditangkap, sementara 48 orang lainnya masih dalam pencarian petugas.
Untuk memudahkan pencarian, pihak imigrasi juga telah meminta bantuan Polda Metro Jaya guna melacak keberadaan imigran yang kabur. Kepala Rumah Detensi Imigrasi Jakarta, Effy Novrie berharap kepada masyarakat untuk memberikan informasi. Karena informasi dari masyarakat dinilai sangat penting. Bahkan, keberhasilan petugas menangkap 4 imigran yang kabur, juga tak lain berkat informasi masyarakat. "Saat itu ada warga yang melihat 4 orang berkulit hitam tengah kebingungan di Jl Peta Selatan. Warga menginformasikan pada kami, dan kami pun langsung mengirim petugas untuk menangkap mereka," tuturnya, Rabu (13/10).
Effy menyebutkan, ke-48 imigran yang masih dicari, 26 warga negara Afganistan, 14 warga negara Irak, 4 warga negara Nigeria, 1 warga negara Bangladesh, dan 3 warga negara Srilangka. "Sedang 4 yang berhasil ditangkap semuanya warga Nigeria," ujarnya.
Ia mengakui kaburnya imigran karena adanya kelalaian yang dilakukan petugas jaga. Pada hari kejadian, seorang warga Nigeria datang untuk menjenguk rekannya. Petugas memberikan izin, padahal saat itu sudah pukul 01.30. Selesai mengobrol di ruang tamu, petugas pun mengantar kembali penghuni menuju aula. Ketika sampai di aula tiba-tiba penghuni rumah detensi langsung mendorong petugas.
Petugas jaga yang hanya berjumlah 6 orang kala itu tidak berdaya membendung kaburnya penghuni rumah detensi yang berjumlah puluhan. Kini ke-6 petugas jaga juga tengah diperiksa karena kelalaiannya menyebabkan imigran kabur. "Memang itu sudah menyalahi aturan. Seharusnya waktu menjenguk hanya hari kerja. Senin sampai Jumat pukul 09.00-17.00. Ini memang ada kelalaian," terangnya.
Selain karena kelalaian petugas, penyebab lain kaburnya imigran adalah Rumah Detensi Imigrasi Jakarta yang melebihi kapasitas. Karena ruangan yang seharusnya hanya mampu menampung 120 orang, digunakan oleh 161 orang. "Tiap, satu sel diisi 2-3 orang. Tentu ini sudah tidak ideal," tandasnya.
furqon/beritajakarta.com
BERITAJAKARTA.COM — 13-10-2010 13:49
Proses pencarian terhadap 52 imigran gelap yang kabur dari Rumah Detensi Imigrasi, Jl Peta Selatan, Kalideres, Jakarta Barat, terus dilakukan petugas imigrasi Jakarta. Saat ini dari 52 imigran yang kabur, baru 4 orang yang berhasil ditangkap, sementara 48 orang lainnya masih dalam pencarian petugas.
Untuk memudahkan pencarian, pihak imigrasi juga telah meminta bantuan Polda Metro Jaya guna melacak keberadaan imigran yang kabur. Kepala Rumah Detensi Imigrasi Jakarta, Effy Novrie berharap kepada masyarakat untuk memberikan informasi. Karena informasi dari masyarakat dinilai sangat penting. Bahkan, keberhasilan petugas menangkap 4 imigran yang kabur, juga tak lain berkat informasi masyarakat. "Saat itu ada warga yang melihat 4 orang berkulit hitam tengah kebingungan di Jl Peta Selatan. Warga menginformasikan pada kami, dan kami pun langsung mengirim petugas untuk menangkap mereka," tuturnya, Rabu (13/10).
Effy menyebutkan, ke-48 imigran yang masih dicari, 26 warga negara Afganistan, 14 warga negara Irak, 4 warga negara Nigeria, 1 warga negara Bangladesh, dan 3 warga negara Srilangka. "Sedang 4 yang berhasil ditangkap semuanya warga Nigeria," ujarnya.
Ia mengakui kaburnya imigran karena adanya kelalaian yang dilakukan petugas jaga. Pada hari kejadian, seorang warga Nigeria datang untuk menjenguk rekannya. Petugas memberikan izin, padahal saat itu sudah pukul 01.30. Selesai mengobrol di ruang tamu, petugas pun mengantar kembali penghuni menuju aula. Ketika sampai di aula tiba-tiba penghuni rumah detensi langsung mendorong petugas.
Petugas jaga yang hanya berjumlah 6 orang kala itu tidak berdaya membendung kaburnya penghuni rumah detensi yang berjumlah puluhan. Kini ke-6 petugas jaga juga tengah diperiksa karena kelalaiannya menyebabkan imigran kabur. "Memang itu sudah menyalahi aturan. Seharusnya waktu menjenguk hanya hari kerja. Senin sampai Jumat pukul 09.00-17.00. Ini memang ada kelalaian," terangnya.
Selain karena kelalaian petugas, penyebab lain kaburnya imigran adalah Rumah Detensi Imigrasi Jakarta yang melebihi kapasitas. Karena ruangan yang seharusnya hanya mampu menampung 120 orang, digunakan oleh 161 orang. "Tiap, satu sel diisi 2-3 orang. Tentu ini sudah tidak ideal," tandasnya.
Senin, 20 September 2010
STATUS HUKUM ILLEGAL IMMIGRANT BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL DAN PENANGANANNYA DI INDONESIA
Sumber:http://skripsi.unila.ac.id/2009/07/22/status-hukum-illegal-immigrant-berdasarkan-hukum-internasional-dan-penanganannya-di-indonesia/
Oleh
SANDRA YUNIARTI
Indonesia merupakan negara transit bagi para illegal immigrant, pencari suaka dan pengungsi. Perlindungan internasional atas para pengungsi diatur di dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi. Indonesia sampai saat ini belum meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang pengungsi, sehingga tidak ada hukum nasional khusus yang mengatur tentang status dan keberadaan pencari suaka dan pengungsi di Indonesia. Penanganan atas illegal immigrant, pencari suaka dan pengungsi dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai lembaga pengawas orang asing yang diberikan wewenang oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan kerjasama dan meminta bantuan UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) dan IOM (International Organizations for Migrants).
Permasalahan yang diangkat skripsi ini yaitu penetapan status hukum illegall immigrant di Indonesia berdasarkan hukum internasional dan hukum nasional serta penanganan illegal immigrant yang berubah status sebagai pengungsi oleh Direktorat Jenderal Imigrasi. Metode pendekatan yang digunakan dalam menjawab permasalahan yaitu pendekatan normatif dan empiris serta penyusunan dengan cara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dalam skripsi ini yaitu berdasarkan UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, illegal immigrant yang ditolak sebagai pengungsi memiliki status tidak sah / illegal di Indonesia dan dapat dikenakan deportasi sesuai dengan UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, sedangkan illegal immigrant yang diterima sebagai pengungsi sesuai dengan Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dilarang untuk didepotasi dan pemberian status hukum atas pengungsi ditetapkan oleh hukum nasional negara dimana pengungsi berada. Berdasarkan pasal 12 ayat 1 Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, penetapan Status Pengungsi tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi sehingga tidak ada hukum nasional khusus yang mengatur mengenai status dan keberadaan pengungsi di Indonesia, maka penetapan status pengungsi diserahkan kepada UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees). Penanganan atas illegal immigrant yang menyatakan diri sebagai pencari suaka dan pengungsi dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi yang dalam pelaksanaanya berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi No. F-IL.01.10-1297 pada tanggal 30 September 2002 mengenai penanganan terhadap orang asing yang menyatakan diri sebagai pencari suaka dan pengungsi. Direktorat Jenderal Imigrasi akan menghubungi dan menyerahkan penetapan status sebagai pengungsi kepada UNHCR, sedangkan penanganan illegal immigrant yang ditolak status sebagai pengungsi akan menjadi tanggung jawab IOM (International Organizations for Migrants). Keberadaan illegal immigrant , pencari suaka dan pengungsi yang berada dalam penanganan oleh UNHCR dan IOM, wajib dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi setiap bulannya. Walaupun penanganan atas mereka telah diserahkan kepada UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) dan IOM (International Organizations for Migrants), Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai lembaga pengawas orang asing mempunyai wewenang untuk melakukan penanganan dan pengawasan atas keberadaan mereka selama berada di Indonesia.
Kata Kunci : Penanganan , Illegal immigrant, UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees), IOM (International Organizations for Migrants), Direktorat Jenderal Imigrasi, Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi
Oleh
SANDRA YUNIARTI
Indonesia merupakan negara transit bagi para illegal immigrant, pencari suaka dan pengungsi. Perlindungan internasional atas para pengungsi diatur di dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi. Indonesia sampai saat ini belum meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang pengungsi, sehingga tidak ada hukum nasional khusus yang mengatur tentang status dan keberadaan pencari suaka dan pengungsi di Indonesia. Penanganan atas illegal immigrant, pencari suaka dan pengungsi dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai lembaga pengawas orang asing yang diberikan wewenang oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan kerjasama dan meminta bantuan UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) dan IOM (International Organizations for Migrants).
Permasalahan yang diangkat skripsi ini yaitu penetapan status hukum illegall immigrant di Indonesia berdasarkan hukum internasional dan hukum nasional serta penanganan illegal immigrant yang berubah status sebagai pengungsi oleh Direktorat Jenderal Imigrasi. Metode pendekatan yang digunakan dalam menjawab permasalahan yaitu pendekatan normatif dan empiris serta penyusunan dengan cara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dalam skripsi ini yaitu berdasarkan UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, illegal immigrant yang ditolak sebagai pengungsi memiliki status tidak sah / illegal di Indonesia dan dapat dikenakan deportasi sesuai dengan UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, sedangkan illegal immigrant yang diterima sebagai pengungsi sesuai dengan Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dilarang untuk didepotasi dan pemberian status hukum atas pengungsi ditetapkan oleh hukum nasional negara dimana pengungsi berada. Berdasarkan pasal 12 ayat 1 Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, penetapan Status Pengungsi tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi sehingga tidak ada hukum nasional khusus yang mengatur mengenai status dan keberadaan pengungsi di Indonesia, maka penetapan status pengungsi diserahkan kepada UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees). Penanganan atas illegal immigrant yang menyatakan diri sebagai pencari suaka dan pengungsi dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi yang dalam pelaksanaanya berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi No. F-IL.01.10-1297 pada tanggal 30 September 2002 mengenai penanganan terhadap orang asing yang menyatakan diri sebagai pencari suaka dan pengungsi. Direktorat Jenderal Imigrasi akan menghubungi dan menyerahkan penetapan status sebagai pengungsi kepada UNHCR, sedangkan penanganan illegal immigrant yang ditolak status sebagai pengungsi akan menjadi tanggung jawab IOM (International Organizations for Migrants). Keberadaan illegal immigrant , pencari suaka dan pengungsi yang berada dalam penanganan oleh UNHCR dan IOM, wajib dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi setiap bulannya. Walaupun penanganan atas mereka telah diserahkan kepada UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) dan IOM (International Organizations for Migrants), Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai lembaga pengawas orang asing mempunyai wewenang untuk melakukan penanganan dan pengawasan atas keberadaan mereka selama berada di Indonesia.
Kata Kunci : Penanganan , Illegal immigrant, UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees), IOM (International Organizations for Migrants), Direktorat Jenderal Imigrasi, Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi
Selasa, 14 September 2010
Kasus Imigran Ilegal Meningkat 100%
Sumber:http://www.antaranews.com/berita/1280840290/kasus-imigran-ilegal-meningkat-100
Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencatat jumlah kasus imigran ilegal di Indonesia pada tahun 2010 mengalami peningkatan hampir 100 persen dibanding sebelumnya.
"Saat ini jumlah imigran ilegal yang masuk ke wilayah Indonesia memperlihatkan kecenderungan peningkatanyang signifikan," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Imigrasi, Muhammad Indra, di Jakarta, Selasa.
Indra menuturkan, jumlah kasus imigran gelap yang masuk wilayah Indonesia periode Januari hingga Mei 2010 mencapai 61 kasus, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 31 kasus.
Sementara itu, jumlah orang mencapai 1.245 imigran pada periode 2010, sedangkan periode tahun 2009 sekitar 1.178 imigran atau meningkat sebanyak 67 orang.
Indra menuturkan peningkatan jumlah kasus orang asing masuk tanpa izin ke Indonesia itu, merupakan masalah yang penting sehingga harus segera diselesaikan dengan mencari solusinya.
Salah satu solusinya, yakni bekerja sama dengan intansi terkait secara berkesinambungan untuk menangani imigran gelap.
Selain itu, mengefektifkan pengawasan di daerah pintu lintas batas tradisional dan tempat pemeriksaan imigrasi (TPI) yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia.
Indra menyebutkan Imigrasi Indonesia memiliki 79 pintu lintas batas tradisional dan 130 TPI dengan jumlah kantor imigrasi sebanyak 108 kantor.
Jumlah rumah penampungan imigran gelap (detensi) di Indonesia sebanyak 13 lokasi, yakni Tanjung Pinang (pusat), Medan, Pekanbaru, Pontianak, Balikpapan, Makassar, Manado, Jayapura, Kupang, Bali, Jakarta, Semarang dan Surabaya.
Direktorat Jenderal Imigrasi juga mencatat pemerintah Indonesia mendeportasi sedikitnya 1.290 orang imigran gelap setiap tahunnya.
Tercatat imigran gelap yang paling banyak berasal dari Afganistan untuk transit di Indonesia menuju Australia.
Daerah yang rentan menjadi tempat imigran gelap masuk ke Indonesia, antara lain Pantai Barat Sumatera, Kalimantan, Jawa Barat, serta wilayah yang berbatasan dan berdekatan dengan negara tetangga.
Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencatat jumlah kasus imigran ilegal di Indonesia pada tahun 2010 mengalami peningkatan hampir 100 persen dibanding sebelumnya.
"Saat ini jumlah imigran ilegal yang masuk ke wilayah Indonesia memperlihatkan kecenderungan peningkatanyang signifikan," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Imigrasi, Muhammad Indra, di Jakarta, Selasa.
Indra menuturkan, jumlah kasus imigran gelap yang masuk wilayah Indonesia periode Januari hingga Mei 2010 mencapai 61 kasus, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 31 kasus.
Sementara itu, jumlah orang mencapai 1.245 imigran pada periode 2010, sedangkan periode tahun 2009 sekitar 1.178 imigran atau meningkat sebanyak 67 orang.
Indra menuturkan peningkatan jumlah kasus orang asing masuk tanpa izin ke Indonesia itu, merupakan masalah yang penting sehingga harus segera diselesaikan dengan mencari solusinya.
Salah satu solusinya, yakni bekerja sama dengan intansi terkait secara berkesinambungan untuk menangani imigran gelap.
Selain itu, mengefektifkan pengawasan di daerah pintu lintas batas tradisional dan tempat pemeriksaan imigrasi (TPI) yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia.
Indra menyebutkan Imigrasi Indonesia memiliki 79 pintu lintas batas tradisional dan 130 TPI dengan jumlah kantor imigrasi sebanyak 108 kantor.
Jumlah rumah penampungan imigran gelap (detensi) di Indonesia sebanyak 13 lokasi, yakni Tanjung Pinang (pusat), Medan, Pekanbaru, Pontianak, Balikpapan, Makassar, Manado, Jayapura, Kupang, Bali, Jakarta, Semarang dan Surabaya.
Direktorat Jenderal Imigrasi juga mencatat pemerintah Indonesia mendeportasi sedikitnya 1.290 orang imigran gelap setiap tahunnya.
Tercatat imigran gelap yang paling banyak berasal dari Afganistan untuk transit di Indonesia menuju Australia.
Daerah yang rentan menjadi tempat imigran gelap masuk ke Indonesia, antara lain Pantai Barat Sumatera, Kalimantan, Jawa Barat, serta wilayah yang berbatasan dan berdekatan dengan negara tetangga.
Imigran Gelap di Indonesia Meningkat
Sumber:http://www.inilah.com/news/read/politik/2010/06/16/603901/imigran-gelap-di-indonesia-meningkat/
Oleh: Bayu Hermawan
(inilah.com/Wirasatria)
INILAH.COM, Jakarta - Sepanjang 2010 Bareskrim Polri telah mengamankan 1031 orang yang terkait dalam kasus imigran gelap (People Smuggling). Sekitar 4 orang ditahan karena menjadi penyelundup orang tersebut.
Hal itu disampaikam Direktur I Kamtranas, Brigjen Pol Saud Usman Nasution di Bareskrim Polri, Rabu (16/6). Menurut Saud sepanjang 2010, sebanyak 1031 imigran gelap telah diamankan. "Paling banyak dari Afganistan 797 orang, Myanmar 29 orang, Srilanka 105, Irak 43 orang, Iran 57 orang," ujarnya.
Jumlah tersebut, lanjut dia, mengalami kenaikan setiap tahunnya. Mengenai modus para imigran gelap yang menjadikan Indonesia sebagai tempat transit, Saud mengaku tidak mengetahui pasti. "Tidak jelas, yang jelas tertangkap di Indonesia. Mereka bilang saja mau ke Australia waktu ketangkap," tuturnya.
Dijelangkan dia, banyak yang menjadi agensi dalam kasus penyelundupan manusia tersebut. Para penyelundup membeli kapal untuk membawa orang-orang yang akan diselundupkan. "Di NTB dan NTT, mereka cari nelayan-nelayan kita untuk jadi tekongnya. Dikasih upah Rp14 juta-20 juta. Siapa yang tidak mau. Yang kasihan sampai di Australia imigran diterima tapi warga kita ditahan dengan tuduhan menyelundupkan," ungkapnya.
Bisnis penyelundupan manusia, Saud mengungkapkan merupakan bisnis yang menggiurkan saat ini. "Mereka berani bayar berapa aja. Di Pakistan mereka ditagih 8 ribu dollar untuk memberangkatkan saja. Coba bayangkan keuntungannya.
Problemnya lagi setelah ditangkap kita pusing mau ditaruh dimana. Mereka ini jorok. Rusak semua itu tempat tidur. Hotel protes semua tidak mau terima," bebernya.
Saud mengatakan beberapa penyelundup sudah ditahan atas permintaan dari pemerintah Australia. Mereka adalah Amamullah as Muhammad Azis, Sajad Husen, Zamin Ali as Sakhi dan Sayeed Abas Azad bin Sayeed Abdul Malik semua ditahan di Bareskrim.
"Kalau ada yang melanggar undang-undang di negara itu maka bisa diproses di Indonesia. Kemudian diesktradisi," katanya.
Salah satu kendala yang dihadapi Polri dalam menanggani kasus ini adalah dalam masalah bahasa. "Kita sulit karena bahasa kita tidak mengerti. Makanya kita carilah putera-puteri kita yang mengerti bahasa Parsi. Kita cuma punya satu orang penterjermah. Itulah yang kita giring kemana-mana kalau ada penangkapan. Kita sudah lakukan permintaan itu alih bahasa," pungkas Saud. [bay/jib]
Oleh: Bayu Hermawan
(inilah.com/Wirasatria)
INILAH.COM, Jakarta - Sepanjang 2010 Bareskrim Polri telah mengamankan 1031 orang yang terkait dalam kasus imigran gelap (People Smuggling). Sekitar 4 orang ditahan karena menjadi penyelundup orang tersebut.
Hal itu disampaikam Direktur I Kamtranas, Brigjen Pol Saud Usman Nasution di Bareskrim Polri, Rabu (16/6). Menurut Saud sepanjang 2010, sebanyak 1031 imigran gelap telah diamankan. "Paling banyak dari Afganistan 797 orang, Myanmar 29 orang, Srilanka 105, Irak 43 orang, Iran 57 orang," ujarnya.
Jumlah tersebut, lanjut dia, mengalami kenaikan setiap tahunnya. Mengenai modus para imigran gelap yang menjadikan Indonesia sebagai tempat transit, Saud mengaku tidak mengetahui pasti. "Tidak jelas, yang jelas tertangkap di Indonesia. Mereka bilang saja mau ke Australia waktu ketangkap," tuturnya.
Dijelangkan dia, banyak yang menjadi agensi dalam kasus penyelundupan manusia tersebut. Para penyelundup membeli kapal untuk membawa orang-orang yang akan diselundupkan. "Di NTB dan NTT, mereka cari nelayan-nelayan kita untuk jadi tekongnya. Dikasih upah Rp14 juta-20 juta. Siapa yang tidak mau. Yang kasihan sampai di Australia imigran diterima tapi warga kita ditahan dengan tuduhan menyelundupkan," ungkapnya.
Bisnis penyelundupan manusia, Saud mengungkapkan merupakan bisnis yang menggiurkan saat ini. "Mereka berani bayar berapa aja. Di Pakistan mereka ditagih 8 ribu dollar untuk memberangkatkan saja. Coba bayangkan keuntungannya.
Problemnya lagi setelah ditangkap kita pusing mau ditaruh dimana. Mereka ini jorok. Rusak semua itu tempat tidur. Hotel protes semua tidak mau terima," bebernya.
Saud mengatakan beberapa penyelundup sudah ditahan atas permintaan dari pemerintah Australia. Mereka adalah Amamullah as Muhammad Azis, Sajad Husen, Zamin Ali as Sakhi dan Sayeed Abas Azad bin Sayeed Abdul Malik semua ditahan di Bareskrim.
"Kalau ada yang melanggar undang-undang di negara itu maka bisa diproses di Indonesia. Kemudian diesktradisi," katanya.
Salah satu kendala yang dihadapi Polri dalam menanggani kasus ini adalah dalam masalah bahasa. "Kita sulit karena bahasa kita tidak mengerti. Makanya kita carilah putera-puteri kita yang mengerti bahasa Parsi. Kita cuma punya satu orang penterjermah. Itulah yang kita giring kemana-mana kalau ada penangkapan. Kita sudah lakukan permintaan itu alih bahasa," pungkas Saud. [bay/jib]
orang-indonesia-selundupkan-imigran-gelap-ke-australia
Kupang-Yustisi.com:
Ratusan orang asal Indonesia menyelundupkan imigran gelap ke Australia. Ini terungkap setelah 250 orang asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ditahan di penjara Australia setelah mereka ditangkap dengan sangkaan menyelundupkan imigran gelap dari perairan Indonesia ke Australia.
Menurut laporan imigrasi Indonesia, Senin (13/9), sebagian besar orang Indonesia yang selundupkan imigran gelap berasal dari Kabupaten Rote Ndao dan Kota Kupang.
Sumber: http://yustisi.com/2010/09/orang-indonesia-selundupkan-imigran-gelap-ke-australia/
Kepala Seksi Operasi dan Penindakan Imigrasi Kupang, Moon Bagarai mengaku sudah tahu informasi itu dan sedang mengumpulkan keterangan.
Menurutnya, orang-orang Indonesia itu diduga kuat terlibat dalam pelarian imigran gelap dari Rumah Detensi Imigrasi (rudenim) Kupang, terutama pada awal Agustus 2010. Pada 13 Agustus 2010, sekitar 44 dari 182 orang melarikan diri secara bertahap dengan melompati pagar tembok Rudenim Kupang sekitar tujuh meter. Namun, 23 orang ditangkap kembali, sedangkan 21 orang dinyatakan buron.
Pada 24 Agustus 2010 pagi, 17 dari 129 orang kabur lagi dari rudenim dan 14 orang di antaranya ditangkap anggota Reskrim Polda NTT dan dikembalikan ke Rudenim Kupang, sementara tiga orang dinyatakan buron.
“Mekanisma dan proses pembebasan mereka akan berjalan berdasarkan hukum di Australia sehingga Indonesia menunggu saja,” katanya. ri
Ratusan orang asal Indonesia menyelundupkan imigran gelap ke Australia. Ini terungkap setelah 250 orang asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ditahan di penjara Australia setelah mereka ditangkap dengan sangkaan menyelundupkan imigran gelap dari perairan Indonesia ke Australia.
Menurut laporan imigrasi Indonesia, Senin (13/9), sebagian besar orang Indonesia yang selundupkan imigran gelap berasal dari Kabupaten Rote Ndao dan Kota Kupang.
Sumber: http://yustisi.com/2010/09/orang-indonesia-selundupkan-imigran-gelap-ke-australia/
Kepala Seksi Operasi dan Penindakan Imigrasi Kupang, Moon Bagarai mengaku sudah tahu informasi itu dan sedang mengumpulkan keterangan.
Menurutnya, orang-orang Indonesia itu diduga kuat terlibat dalam pelarian imigran gelap dari Rumah Detensi Imigrasi (rudenim) Kupang, terutama pada awal Agustus 2010. Pada 13 Agustus 2010, sekitar 44 dari 182 orang melarikan diri secara bertahap dengan melompati pagar tembok Rudenim Kupang sekitar tujuh meter. Namun, 23 orang ditangkap kembali, sedangkan 21 orang dinyatakan buron.
Pada 24 Agustus 2010 pagi, 17 dari 129 orang kabur lagi dari rudenim dan 14 orang di antaranya ditangkap anggota Reskrim Polda NTT dan dikembalikan ke Rudenim Kupang, sementara tiga orang dinyatakan buron.
“Mekanisma dan proses pembebasan mereka akan berjalan berdasarkan hukum di Australia sehingga Indonesia menunggu saja,” katanya. ri
Imigran Gelap Asal Afghanistan Diinapkan di Hotel
Palu (ANTARA) - Sebanyak 29 imigran gelap asal Afghanistan yang ditangkap polisi di Palu, Sulawesi Tengah, Senin malam, terpaksa diinapkan di sebuah hotel karena sempitnya Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim).
"Kami harus memberikan jaminan penginapan kepada imigran itu karena statusnya bukan tahanan biasa," kata Syarifuddin, petugas Rudenim Kantor Imigrasi Palu, Selasa.
Puluhan imigran yang semua berjenis kelamin laki-laki itu diinapkan di Hotel Duta Palu yang terletak di Jalan Tanjung Dako, yang berhadapan dengan Rudenim.
Dia menjelaskan, seluruh biaya penginapan dan akomodasi itu akan ditanggung oleh International Organization for Migration (IOM) Makassar.
"Kami sudah berkoordinasi dengan IOM Makassar mengenai hal itu," katanya.
Syarifuddin mengaku tidak mengetahui berapa lama para imigran itu akan menginap di hotel.
Sumber:http://id.news.yahoo.com/antr/20100914/tid-imigran-gelap-asal-afghanistan-diina-f9ffe45.html
"Kalau semua administrasi sudah lengkap, mereka akan diterbangkan ke Makassar untuk menjalani pemeriksaan selanjutnya," kata Syarifuddin.
Sebelumnya 29 imigran itu ditangkap oleh polisi pada Senin malam (13/9) beberapa saat setelah turun dari pesawat di Bandara Mutiara Palu.
Menurut Syarifuddin, imigran yang tidak memiliki paspor dan visa itu akan mencari suaka politik di Australia.
Setelah dari Kota Palu, para imigran akan menuju Mamuju, Sulawesi Barat, dan selanjutnya bertolak menuju Nusa Tenggara Barat.
"Dari situ mereka akan berangkat ke Australia dengan menggunakan kapal laut," kata Syarifuddin menjelaskan.
"Kami harus memberikan jaminan penginapan kepada imigran itu karena statusnya bukan tahanan biasa," kata Syarifuddin, petugas Rudenim Kantor Imigrasi Palu, Selasa.
Puluhan imigran yang semua berjenis kelamin laki-laki itu diinapkan di Hotel Duta Palu yang terletak di Jalan Tanjung Dako, yang berhadapan dengan Rudenim.
Dia menjelaskan, seluruh biaya penginapan dan akomodasi itu akan ditanggung oleh International Organization for Migration (IOM) Makassar.
"Kami sudah berkoordinasi dengan IOM Makassar mengenai hal itu," katanya.
Syarifuddin mengaku tidak mengetahui berapa lama para imigran itu akan menginap di hotel.
Sumber:http://id.news.yahoo.com/antr/20100914/tid-imigran-gelap-asal-afghanistan-diina-f9ffe45.html
"Kalau semua administrasi sudah lengkap, mereka akan diterbangkan ke Makassar untuk menjalani pemeriksaan selanjutnya," kata Syarifuddin.
Sebelumnya 29 imigran itu ditangkap oleh polisi pada Senin malam (13/9) beberapa saat setelah turun dari pesawat di Bandara Mutiara Palu.
Menurut Syarifuddin, imigran yang tidak memiliki paspor dan visa itu akan mencari suaka politik di Australia.
Setelah dari Kota Palu, para imigran akan menuju Mamuju, Sulawesi Barat, dan selanjutnya bertolak menuju Nusa Tenggara Barat.
"Dari situ mereka akan berangkat ke Australia dengan menggunakan kapal laut," kata Syarifuddin menjelaskan.
Senin, 19 Juli 2010
Australia Berterima Kasih kepada Indonesia
Sumber:http://www.antaranews.com/berita/1258549882/australia-berterima-kasih-kepada-indonesia
Australia Berterima Kasih kepada Indonesia
Rabu, 18 November 2009 20:11 WIB | Mancanegara | Asia/Pasifik | Dibaca 1335 kali
Australia Berterima Kasih kepada Indonesia
(ANTARA/REUTERS/Vivek Prakash)
Brisbane (ANTARA) - Australia menyatakan rasa terima kasih kepada Indonesia atas bantuan dan kesabarannya bekerja sama menangani para pencari suaka Sri Lanka yang lebih dari tiga pekan bertahan di Kapal "Oceanic Viking" sebelum mereka meninggalkan kapal menuju Tanjung Pinang, Rabu.
"Pemerintah Australia menyambut baik realisasi kesepakatan antara Perdana Menteri (Kevin Rudd) dan Presiden RI bahwa semua orang yang diselamatkan 18 Oktober lalu diturunkan di Indonesia," kata Menteri Dalam Negeri Australia Brendan O`Connor.
Dalam penjelasan kepada pers berkaitan dengan kesediaan 56 orang warga Sri Lanka menyusul keputusan 22 orang rekan mereka yang sudah terlebih dahulu meninggalkan "Oceanic Viking" 13 November itu, O`Connor mengatakan, pemerintah Australia menyampaikan terima kasih kepada pemerintah RI.
"Pemerintah Australia berterima kasih kepada Pemerintah RI atas bantuannya dalam disembarkasi dan kesabarannya bekerja sama dengan kami menyelesaikan masalah yang kompleks dan menantang ini," katanya.
Ke-78 orang warga Tamil Sri Lanka yang bermaksud mencari suaka ke Australia itu ditempatkan sementara waktu di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, untuk menjalani proses penelitian Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) dan Organisasi Migrasi Internasional (IOM).
Di antara 56 orang pencari suaka yang akhirnya bersedia meninggalkan kapal Bea Cukai Australia yang selama lebih dari tiga pekan lego jangkar sekitar 10 mil dari pantai Pulau Bintan itu adalah lima orang wanita dan lima anak-anak.
Sehari sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Provinsi Kepulauan Riau I Gede Widiatha mengatakan, 78 orang warga Tamil Sri Lanka ini hanya sementara waktu ditahan di Rudenim yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani kota Tanjung Pinang itu.
Mereka diberi waktu selama empat minggu, enam minggu dan 12 minggu tinggal di Rudenim itu, katanya.
Celaan
Kesediaan Indonesia menampung para pencari suaka asing di Rudenim tidak dengan sendirinya bebas dari celaan. Celaan atas kondisi Rudenim Tanjung Pinang itu misalnya digaungkan "The Weekand Australian" pekan lalu mengutip pernyataan seorang imigran gelap asal Afghanistan yang menghuni pusat penahanan tersebut.
Menurut suratkabar "The Australian" edisi akhir pekan itu, warga Afghanistan yang tidak disebutkan namanya itu bahkan menganggap kondisi pusat penahanan imigrasi Tanjung Pinang tidak pantas bagi binatang apalagi manusia.
Celaan yang sama sebelumnya juga dilayangkan warga Australia yang menginginkan pemerintahnya menerima kedatangan para pencari suaka Sri Lanka yang tertahan di Kapal "Oceanic Viking".
Dalam suratnya yang diterbitkan "The Weekend Australian" edisi 31 Oktober- 1 November, warga Australia asal Corinda, Queensland, Jay Esslingen, menggambarkan kondisi pusat penampungan para pengungsi yang dimiliki Indonesia itu tak manusiawi dan bahkan tak pantas bagi binatang.
Perdebatan Politik
Drama penolakan para pencari suaka Sri Lanka untuk dipindahkan dari Kapal "Oceanic Viking" ke Rudenim Tanjung Pinang itu sempat memicu perdebatan publik dan politik antara kubu pemerintah dan oposisi di Australia.
Berlarutnya drama penolakan 78 orang warga Tamil Sri Lanka dan tak kunjung berhentinya serbuan perahu-perahu pengangkut pencari suaka ke perairan Australia memicu penurunan popularitas pribadi PM Kevin Rudd sebagaimana tercermin dari hasil survei publik yang diterbitkan berbagai media negara itu baru-baru ini.
Sejak September 2008, Australia terus diganggu kedatangan ribuan orang pencari suaka asal sejumlah negara yang didera perang, seperti Afghanistan dan Sri Lanka. Dalam pelayaran ke Australia itu, beberapa perahu pengangkut pencari suaka tersebut dilaporkan bocor dan tenggelam.
Pada 1 November, misalnya, sebuah perahu berpenumpang 39 orang yang diduga pencari suaka asal Sri Lanka tenggelam di perairan sekitar 640 kilometer barat laut Pulau Cocos Australia. Dalam kecelakaan itu, 27 orang selamat dan 12 orang lainnya tewas.
Dalam menyikapi isu kedatangan ribuan pencari suaka ke negaranya, PM Rudd melihat "faktor-faktor keamanan global" sebagai pendorong munculnya kasus-kasus baru para pencari suaka ke Australia sedangkan kubu oposisi menuding perubahan kebijakan pemerintah federal Australia sebagai pemicunya.
Pada era pemerintahan PM John Howard, Australia menerapkan kebijakan "Solusi Pasifik", yakni para pencari suaka yang tertangkap di perairan negara itu dikirim ke Nauru. Mereka yang dianggap pantas, diberi visa proteksi sementara.
Setelah pemerintahan beralih ke Partai Buruh Australia, kebijakan "Solusi Pasifik" dan "visa proteksi sementara" ini kemudian dihapus.
Sebagai penggantinya, pemerintahan PM Rudd sepenuhnya memberdayakan keberadaan pusat penahanan imigrasi di Pulau Christmas dan memberikan visa residen tetap bagi para pencari suaka yang telah menjalani pemeriksaan dan mendapatkan status pengungsi.
Setiap tahun Australia menerima sedikitnya 13.500 orang pengungsi.
(*)
Australia Berterima Kasih kepada Indonesia
Rabu, 18 November 2009 20:11 WIB | Mancanegara | Asia/Pasifik | Dibaca 1335 kali
Australia Berterima Kasih kepada Indonesia
(ANTARA/REUTERS/Vivek Prakash)
Brisbane (ANTARA) - Australia menyatakan rasa terima kasih kepada Indonesia atas bantuan dan kesabarannya bekerja sama menangani para pencari suaka Sri Lanka yang lebih dari tiga pekan bertahan di Kapal "Oceanic Viking" sebelum mereka meninggalkan kapal menuju Tanjung Pinang, Rabu.
"Pemerintah Australia menyambut baik realisasi kesepakatan antara Perdana Menteri (Kevin Rudd) dan Presiden RI bahwa semua orang yang diselamatkan 18 Oktober lalu diturunkan di Indonesia," kata Menteri Dalam Negeri Australia Brendan O`Connor.
Dalam penjelasan kepada pers berkaitan dengan kesediaan 56 orang warga Sri Lanka menyusul keputusan 22 orang rekan mereka yang sudah terlebih dahulu meninggalkan "Oceanic Viking" 13 November itu, O`Connor mengatakan, pemerintah Australia menyampaikan terima kasih kepada pemerintah RI.
"Pemerintah Australia berterima kasih kepada Pemerintah RI atas bantuannya dalam disembarkasi dan kesabarannya bekerja sama dengan kami menyelesaikan masalah yang kompleks dan menantang ini," katanya.
Ke-78 orang warga Tamil Sri Lanka yang bermaksud mencari suaka ke Australia itu ditempatkan sementara waktu di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, untuk menjalani proses penelitian Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) dan Organisasi Migrasi Internasional (IOM).
Di antara 56 orang pencari suaka yang akhirnya bersedia meninggalkan kapal Bea Cukai Australia yang selama lebih dari tiga pekan lego jangkar sekitar 10 mil dari pantai Pulau Bintan itu adalah lima orang wanita dan lima anak-anak.
Sehari sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Provinsi Kepulauan Riau I Gede Widiatha mengatakan, 78 orang warga Tamil Sri Lanka ini hanya sementara waktu ditahan di Rudenim yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani kota Tanjung Pinang itu.
Mereka diberi waktu selama empat minggu, enam minggu dan 12 minggu tinggal di Rudenim itu, katanya.
Celaan
Kesediaan Indonesia menampung para pencari suaka asing di Rudenim tidak dengan sendirinya bebas dari celaan. Celaan atas kondisi Rudenim Tanjung Pinang itu misalnya digaungkan "The Weekand Australian" pekan lalu mengutip pernyataan seorang imigran gelap asal Afghanistan yang menghuni pusat penahanan tersebut.
Menurut suratkabar "The Australian" edisi akhir pekan itu, warga Afghanistan yang tidak disebutkan namanya itu bahkan menganggap kondisi pusat penahanan imigrasi Tanjung Pinang tidak pantas bagi binatang apalagi manusia.
Celaan yang sama sebelumnya juga dilayangkan warga Australia yang menginginkan pemerintahnya menerima kedatangan para pencari suaka Sri Lanka yang tertahan di Kapal "Oceanic Viking".
Dalam suratnya yang diterbitkan "The Weekend Australian" edisi 31 Oktober- 1 November, warga Australia asal Corinda, Queensland, Jay Esslingen, menggambarkan kondisi pusat penampungan para pengungsi yang dimiliki Indonesia itu tak manusiawi dan bahkan tak pantas bagi binatang.
Perdebatan Politik
Drama penolakan para pencari suaka Sri Lanka untuk dipindahkan dari Kapal "Oceanic Viking" ke Rudenim Tanjung Pinang itu sempat memicu perdebatan publik dan politik antara kubu pemerintah dan oposisi di Australia.
Berlarutnya drama penolakan 78 orang warga Tamil Sri Lanka dan tak kunjung berhentinya serbuan perahu-perahu pengangkut pencari suaka ke perairan Australia memicu penurunan popularitas pribadi PM Kevin Rudd sebagaimana tercermin dari hasil survei publik yang diterbitkan berbagai media negara itu baru-baru ini.
Sejak September 2008, Australia terus diganggu kedatangan ribuan orang pencari suaka asal sejumlah negara yang didera perang, seperti Afghanistan dan Sri Lanka. Dalam pelayaran ke Australia itu, beberapa perahu pengangkut pencari suaka tersebut dilaporkan bocor dan tenggelam.
Pada 1 November, misalnya, sebuah perahu berpenumpang 39 orang yang diduga pencari suaka asal Sri Lanka tenggelam di perairan sekitar 640 kilometer barat laut Pulau Cocos Australia. Dalam kecelakaan itu, 27 orang selamat dan 12 orang lainnya tewas.
Dalam menyikapi isu kedatangan ribuan pencari suaka ke negaranya, PM Rudd melihat "faktor-faktor keamanan global" sebagai pendorong munculnya kasus-kasus baru para pencari suaka ke Australia sedangkan kubu oposisi menuding perubahan kebijakan pemerintah federal Australia sebagai pemicunya.
Pada era pemerintahan PM John Howard, Australia menerapkan kebijakan "Solusi Pasifik", yakni para pencari suaka yang tertangkap di perairan negara itu dikirim ke Nauru. Mereka yang dianggap pantas, diberi visa proteksi sementara.
Setelah pemerintahan beralih ke Partai Buruh Australia, kebijakan "Solusi Pasifik" dan "visa proteksi sementara" ini kemudian dihapus.
Sebagai penggantinya, pemerintahan PM Rudd sepenuhnya memberdayakan keberadaan pusat penahanan imigrasi di Pulau Christmas dan memberikan visa residen tetap bagi para pencari suaka yang telah menjalani pemeriksaan dan mendapatkan status pengungsi.
Setiap tahun Australia menerima sedikitnya 13.500 orang pengungsi.
(*)
AUSTRALIA MENGUBAH KEBIJAKAN MENGENAI P EMINTA SUAKA
Sumber:http://www.indonesia.embassy.gov.au/files/jakt/FactSheet-Indonesian%28Au%29.pdf
Australian Government
Pemerintah Australia telah mengumumkan perubahan-perubahan dalam kebijakan mengenai peminta suaka yang akan menyebabkan lebih sulit bagi orang-orang Sri Lanka dan Afganistan untuk mencari suaka di Australia.
Apa perubahan itu?
• Pemerintah Australia telah menunda penilaian status peminta suaka dan pengambilan
keputusan mengenai peminta suaka dari Afganistan dan Sri Lanka yang d Italian oieh
badan-badan pemerintah Australia atau yang tiba di Australia mulai 9 April 2010.
• Mereka yang tiba sebelum tanggal ini tidak dikenai penundaan tersebut.
• Pencari-pencari suaka yang dicegat oleh badan-badan pemerintah Australia dari
tanggal 9 April 2010 akan dibawa ke Pulau Christmas tetapi permohonan suakanya
tidak akan diproses. Mereka akan tetap dalam tahanan selama penundaan tersebut.
• Penundaan itu akan berlangsung selama tiga bulan untuk orang Sri Lanka dan enam
bulan untuk orang Afganistan. Pada akhir periode-periode ini, penundaan ini akan
ditinjau kembali.
• Penundaan ini dibuat sebagai hasil dari perkembangan keadaan di kedua negara ini.
• Pemerintah Australia menganggap bahwa efek gabungan dari penundaan dan
perubahan keadaan di kedua negara ini akan berarti bahwa di masa depan, mungkin
lebih banyak permintaan suaka dari Sri Lanka dan Afganistan yang akan ditolak.
Siapa yang akan terkena efeknya?
• Penundaan penanganan ini akan berlaku atas semua orang Sri Lanka dan Afganistan
yang pada atau setelah 9 April 2010:
1. dicegat dan ditahan oleh jawatan maritim Australia; atau
2. tiba, melalui udara atau laut, langsung di Australia (termasuk Pulau Christmas dan
tempat-tempat lepas pantai yang dikeluarkan dari hitungan daerah Australia).
Mengapa perubahan-perubahan ini dibuat?
• Penundaan ini dibuat sebagai hasil dari perkembangan keadaan di kedua negara ini.
• Efek gabungan dari penundaan dan perubahan keadaan di kedua negara ini akan
berarti bahwa di masa depan, mungkin lebih banyak permintaan suaka dari Sri Lanka
dan Afganistan yang akan ditolak.
• Pemerintah Australia yakin bahwa peminta suaka hanya patut diberi hak tinggal di
Australia jika mereka benar-benar memerlukan perlindungan.
• Langkah-langkah ini akan memastikan bahwa sistem Australia mengenai penanganan
peminta suaka tetap akan mengakui mereka yang benar-benar memerlukan
perlindungan.
Australian Government
Pemerintah Australia telah mengumumkan perubahan-perubahan dalam kebijakan mengenai peminta suaka yang akan menyebabkan lebih sulit bagi orang-orang Sri Lanka dan Afganistan untuk mencari suaka di Australia.
Apa perubahan itu?
• Pemerintah Australia telah menunda penilaian status peminta suaka dan pengambilan
keputusan mengenai peminta suaka dari Afganistan dan Sri Lanka yang d Italian oieh
badan-badan pemerintah Australia atau yang tiba di Australia mulai 9 April 2010.
• Mereka yang tiba sebelum tanggal ini tidak dikenai penundaan tersebut.
• Pencari-pencari suaka yang dicegat oleh badan-badan pemerintah Australia dari
tanggal 9 April 2010 akan dibawa ke Pulau Christmas tetapi permohonan suakanya
tidak akan diproses. Mereka akan tetap dalam tahanan selama penundaan tersebut.
• Penundaan itu akan berlangsung selama tiga bulan untuk orang Sri Lanka dan enam
bulan untuk orang Afganistan. Pada akhir periode-periode ini, penundaan ini akan
ditinjau kembali.
• Penundaan ini dibuat sebagai hasil dari perkembangan keadaan di kedua negara ini.
• Pemerintah Australia menganggap bahwa efek gabungan dari penundaan dan
perubahan keadaan di kedua negara ini akan berarti bahwa di masa depan, mungkin
lebih banyak permintaan suaka dari Sri Lanka dan Afganistan yang akan ditolak.
Siapa yang akan terkena efeknya?
• Penundaan penanganan ini akan berlaku atas semua orang Sri Lanka dan Afganistan
yang pada atau setelah 9 April 2010:
1. dicegat dan ditahan oleh jawatan maritim Australia; atau
2. tiba, melalui udara atau laut, langsung di Australia (termasuk Pulau Christmas dan
tempat-tempat lepas pantai yang dikeluarkan dari hitungan daerah Australia).
Mengapa perubahan-perubahan ini dibuat?
• Penundaan ini dibuat sebagai hasil dari perkembangan keadaan di kedua negara ini.
• Efek gabungan dari penundaan dan perubahan keadaan di kedua negara ini akan
berarti bahwa di masa depan, mungkin lebih banyak permintaan suaka dari Sri Lanka
dan Afganistan yang akan ditolak.
• Pemerintah Australia yakin bahwa peminta suaka hanya patut diberi hak tinggal di
Australia jika mereka benar-benar memerlukan perlindungan.
• Langkah-langkah ini akan memastikan bahwa sistem Australia mengenai penanganan
peminta suaka tetap akan mengakui mereka yang benar-benar memerlukan
perlindungan.
Sosialis Australia Tolak Rencana Pusat Suaka di Timor Leste
Sumber: http://links.org.au/node/1780
Oleh: Data Brainanta
8 Juli 2010 -- Berdikari -- Aktivis partai Aliansi Sosialis (Socialist Alliance – SA) di Australia menolak rencana PM Julia Gillard untuk membangun pusat pemrosesan suaka regional di Timor Leste.
Kandidat SA dari Perth, Alex Bainbridge, menggambarkan bahwa rencana menampung pencari suaka Australia di Timor Leste bukan didasarkan atas belas kasihan dan keadilan, sebagaimana dikatakan oleh PM tersebut, melainkan untuk mendorong pemenjaraan lebih banyak lagi.
“Kebijakan yang sesungguhnya kita butuhkan adalah yang berdasarkan belas kasihan dan rasa keadilan – yakni menempatkan mereka di tengah-tengah komunitas [masyarakat] Australia,” kata Bainbridge.
“Fakta sederhananya, pemenjaraan adalah pemenjaraan – apakah pemenjaraan itu di Pulau Christmas atau Leonora, Timor Leste atau Nauru,” tambahnya.
“Bagi rakyat biasa di negeri ini yang berupaya menentukan mana kebijakan yang harus didukung, kita harus dipandu oleh sebuah prinsip dasar: jangan harap ada keadilan untuk dirimu kecuali kau memperjuangkan keadilan untuk orang lain. Itu artinya kita harus menerima para pencari suaka.”
Bainbridge juga akan secara langsung terlibat mengorganisir aksi protes terhadap Gillard di kota Perth pada hari Jumat (9/7) besok.
PM Julia Gillard sendiri tampak semakin menarik diri dari rencana ini yang dilontarkannya pada 6 Juli lalu.
Dalam sebuah wawancara Gillard menyatakan ia tidak bermaksud menetapkan Timor Leste sebagai tempat pemrosesan suaka.
Ketika ditanya di mana pusat pemrosesan yang direncanakan, ia menjawab: “Ini harus ditentukan melalui kerjasama dengan negara-negara tetangga kita.”
Di Timor Leste usulan ini menjadi suatu perdebatan politik.
Presiden Timor Leste Ramos Horta yang posisinya seremonial menyatakan membuka diri atas usulan PM baru Australia tersebut.
Presiden Ramos Horta diberikan kepercayaan oleh Perdana Menteri Xanana Gusmao untuk memimpin perundingan tentang persoalan ini dengan Australia.
Gusmao menyatakan masih menanti usulan yang lebih detail dari pemerintah Australia.
Kepada jaringan TV Australia ABC Ramos Horta menyatakan “bila kami akan melakukannya, maka itu berdasarkan atas rasa kemanusiaan kami, kehendak kolektif kami untuk menolong mereka yang sengsara dan melarikan diri dari pemburuan.”
“Saya tak akan membalikan badan terhadap mereka yang melarikan diri dari kekerasan di Afghanistan atau di mana pun, tapi itu hanya untuk sementara.”
Ia menyatakan tak akan tawar menawar dengan pemerintah Australia mengenai biaya, tapi Timor Leste harus dibayar untuk menyediakan makanan, rumah, pakaian dan obat-obatan bagi para pencari suaka.
Di lain pihak, tokoh parlemen Timor Leste dari Fretilin, Jose Teixeira, menolak usul itu dan menyatakan bahwa yang berhak menentukan bukanlah Presiden Ramos Horta.
Menurut Teixeira kebanyakan politikus di Timor Leste secara umum menolak usulan itu, meskipun secara detil belum ada penjabarannya.
“Kalau untuk menciptakan lapangan kerja, saya lebih memilih pengembangan industri pariwisata, bukannya industri penjara dan pusat pemrosesan pencari suaka,” katanya.
Hal senada dituangkan dalam pernyataan sikap sebuah kelompok masyarakat sipil Timor Leste yang berhaluan kiri, Luta Hamutuk, tertanggal 7 Juli 2010.
Pernyataan itu menilai pemerintah Australia secara tak langsung mengusir para pencari suaka ke tempat lain yang bukan tujuan mereka, apalagi ke negeri yang telah memiliki banyak problem sosial dan ekonominya sendiri.
Luta Hamutuk juga tak setuju dengan pernyataan Presiden Ramos Horta di Jawa Pos yang menyatakan bahwa ia telah memberikan “lampu hijau” kepada kebijakan pemerintah Australia ini
Untuk itu Luta Hamutuk “mengingatkan Presiden Republik untuk berpikir lebih cermat sebelum mengambil keputusan yang dapat merugikan kepentingan nasional.”
Menutup pernyataannya, Luta Hamutuk menyerukan seluruh rakyat Timor Leste dan Australia untuk menolak “kebijakan yang rasis” ini.
Oleh: Data Brainanta
8 Juli 2010 -- Berdikari -- Aktivis partai Aliansi Sosialis (Socialist Alliance – SA) di Australia menolak rencana PM Julia Gillard untuk membangun pusat pemrosesan suaka regional di Timor Leste.
Kandidat SA dari Perth, Alex Bainbridge, menggambarkan bahwa rencana menampung pencari suaka Australia di Timor Leste bukan didasarkan atas belas kasihan dan keadilan, sebagaimana dikatakan oleh PM tersebut, melainkan untuk mendorong pemenjaraan lebih banyak lagi.
“Kebijakan yang sesungguhnya kita butuhkan adalah yang berdasarkan belas kasihan dan rasa keadilan – yakni menempatkan mereka di tengah-tengah komunitas [masyarakat] Australia,” kata Bainbridge.
“Fakta sederhananya, pemenjaraan adalah pemenjaraan – apakah pemenjaraan itu di Pulau Christmas atau Leonora, Timor Leste atau Nauru,” tambahnya.
“Bagi rakyat biasa di negeri ini yang berupaya menentukan mana kebijakan yang harus didukung, kita harus dipandu oleh sebuah prinsip dasar: jangan harap ada keadilan untuk dirimu kecuali kau memperjuangkan keadilan untuk orang lain. Itu artinya kita harus menerima para pencari suaka.”
Bainbridge juga akan secara langsung terlibat mengorganisir aksi protes terhadap Gillard di kota Perth pada hari Jumat (9/7) besok.
PM Julia Gillard sendiri tampak semakin menarik diri dari rencana ini yang dilontarkannya pada 6 Juli lalu.
Dalam sebuah wawancara Gillard menyatakan ia tidak bermaksud menetapkan Timor Leste sebagai tempat pemrosesan suaka.
Ketika ditanya di mana pusat pemrosesan yang direncanakan, ia menjawab: “Ini harus ditentukan melalui kerjasama dengan negara-negara tetangga kita.”
Di Timor Leste usulan ini menjadi suatu perdebatan politik.
Presiden Timor Leste Ramos Horta yang posisinya seremonial menyatakan membuka diri atas usulan PM baru Australia tersebut.
Presiden Ramos Horta diberikan kepercayaan oleh Perdana Menteri Xanana Gusmao untuk memimpin perundingan tentang persoalan ini dengan Australia.
Gusmao menyatakan masih menanti usulan yang lebih detail dari pemerintah Australia.
Kepada jaringan TV Australia ABC Ramos Horta menyatakan “bila kami akan melakukannya, maka itu berdasarkan atas rasa kemanusiaan kami, kehendak kolektif kami untuk menolong mereka yang sengsara dan melarikan diri dari pemburuan.”
“Saya tak akan membalikan badan terhadap mereka yang melarikan diri dari kekerasan di Afghanistan atau di mana pun, tapi itu hanya untuk sementara.”
Ia menyatakan tak akan tawar menawar dengan pemerintah Australia mengenai biaya, tapi Timor Leste harus dibayar untuk menyediakan makanan, rumah, pakaian dan obat-obatan bagi para pencari suaka.
Di lain pihak, tokoh parlemen Timor Leste dari Fretilin, Jose Teixeira, menolak usul itu dan menyatakan bahwa yang berhak menentukan bukanlah Presiden Ramos Horta.
Menurut Teixeira kebanyakan politikus di Timor Leste secara umum menolak usulan itu, meskipun secara detil belum ada penjabarannya.
“Kalau untuk menciptakan lapangan kerja, saya lebih memilih pengembangan industri pariwisata, bukannya industri penjara dan pusat pemrosesan pencari suaka,” katanya.
Hal senada dituangkan dalam pernyataan sikap sebuah kelompok masyarakat sipil Timor Leste yang berhaluan kiri, Luta Hamutuk, tertanggal 7 Juli 2010.
Pernyataan itu menilai pemerintah Australia secara tak langsung mengusir para pencari suaka ke tempat lain yang bukan tujuan mereka, apalagi ke negeri yang telah memiliki banyak problem sosial dan ekonominya sendiri.
Luta Hamutuk juga tak setuju dengan pernyataan Presiden Ramos Horta di Jawa Pos yang menyatakan bahwa ia telah memberikan “lampu hijau” kepada kebijakan pemerintah Australia ini
Untuk itu Luta Hamutuk “mengingatkan Presiden Republik untuk berpikir lebih cermat sebelum mengambil keputusan yang dapat merugikan kepentingan nasional.”
Menutup pernyataannya, Luta Hamutuk menyerukan seluruh rakyat Timor Leste dan Australia untuk menolak “kebijakan yang rasis” ini.
Minggu, 18 Juli 2010
PERENCANAAN DAUR PROGRAM DALAM IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN
Tuesday, September 18, 2007
Sumber:http://robertsiregar.blogspot.com/
OLEH :
ROBERT SIREGAR
Dept. Urban Studies and Planning Program
robert_rppp@yahoo.com
A.Pendahuluan
Pembangunan adalah sebuah kegiatan yang kolosal, memakan waktu yang panjang, melibatkan seluruh warganegara dan dunia intrernasional, dan menyerap hampir seluruh sumber daya negara-bangsa. Karena itu, sudah seharusnya jika pembangunan dimenejemeni. Beberapa bentuk perencanaan yang dikenali sampai dengan saat ini antara lain: perencanaan proyek, perencanaan sektoral, perencanaan program pembangunan, perencanaan makro ekonomi, dan perencanaan wilayah dan kota. Kegiatan perencanaan sebagai besar merupakan proses tindakan mengubah kondisi dan pengarahan masyarakat yang biasanya dilakukan oleh organisasi pemerintah. Namun pada akhir-akhir ini gerakan sosial-politik masyarakat sangat dominan, sehingga tindakan perencanaan untuk mengarahkan masyarakat tanpa proses pelibatan dan partisipasi masyarakat akan menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya legitimasi hasil suatu proses kegiatan perencanaan.
Pertanyaan pokok yang diajukan dalam hal ini adalah (i) apa permasalahan pokok yang dihadapi oleh masyarakat pada saat ini? (ii) nilai-nilai seperti apa yang diadopsi dalam proses kegiatan perencanaan yang dapat dilakukan oleh pemerintah? bagaimana proses kegiatan perencanaan itu sendiri dapat dilakukan oleh lembaga perencanaan atau profesi perencana secara efektif sebagai alat pengambilan keputusan dan tindakan untuk memecahkan permasalahan masyarakat?
Dengan melihat perkembangan situasi pada akhir-akhir ini, tulisan ini merupakan sumbangan pemikiran untuk dapat membantu memecahkan permasalahan kemasyarakatan melalui peningkatan kinerja perencanaan dengan pendekatan baru serta memperkuat proses perencanaan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif di berbagai tingkatan pemerintahan. Dalam UU 25/2004, mendefinisikan partisipasi masyarakat sebagai “...keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan...”. Masyarakat adalah ”... orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum yang berkepentingan dengan kegiatan dan hasil pembangunan baik sebagai penanggung biaya, pelaku, penerima manfaat maupun penanggung risiko”. Dalam perspektif Undang-Undang No 25/2004, “partisipasi” merupakan salah satu pendekatan dalam perencanaan pembangunan yang “....dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.
Daur program pengembangan masyarakat dapat dibagi ke dalam 4 tahap besar, yang meliputi identifikasi, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring-evaluasi. Pembagian tahap ini sangat bersifat fleksibel dan menyesuaikan keadaan. Ada yang membaginya menjadi 3 tahap saja, yakni perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahap perencanaan meliputi: pengenalan ke masyarakat, penggalian kebutuhan (need assessment), menentukan tujuan dan sasaran, mengenali potensi dan kendala serta menyusun perencanaan. Tahap pelaksanaan meliputi: koordinasi, monitoring, dan manajemen kontinjensi (contingency management). Tahap evaluasi meliputi monitoring dan evaluasi itu sendiri. Secara sederhana daur program yang terdiri atas identifikasi, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dapat digambarkan berikut ini :
B. Program Dan Kegiatan
Intervensi pengembangan masyarakat di banyak negara berkembang memiliki keragaman, terutama dalam penggunaan istilah atau terminologi. Istilah yang sering digunakan, seperti: pengembangan masyarakat, pembangunan sosial, pembangunan pedesaan, pengentasan kemiskinan, memiliki definisi dan arti yang berbeda-beda. Skala perbedaan biasanya terletak pada sifat, cakupan, fokus dan bentuk program. Beberapa program pengembangan masyarakat biasanya mengarah pada kegiatan khusus seperti kesehatan, gizi, air dan sanitasi, pengembangan kepemimpinan, kredit pedesaan, pengentasan kemiskinan, penguatan masyarakat, penguatan kapasitas SDM, dll.
Ada perbedaan mendasar dalam menggunakan istilah program dan kegiatan. Program lebih bersifat makro dan holistik, di mana seluruh komponen bergerak sebagai suatu sistem.
Program pengembangan masyarakat adalah seluruh upaya untuk mencapai peningkatan taraf hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Upaya tersebut secara khusus dikelola melalui sejumlah kegiatan. Jangka waktu kegiatan juga terbatas dengan cakupan garapan yang terbatas pula. Kegiatan yang umum dilakukan diantaranya meliputi identifikasi, sosialisasi, perencanaan, rapat koordinasi, pengendalian, monitoring, dan evaluasi
C. Apa Itu Program ?
Sebagaimana telah disebutkan di atas, program/kegiatan adalah sejumlah langkah kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk mengatasi suatu masalah atau isu. Memahami dengan jelas tentang apa yang dibutuhkan oleh suatu program/kegiatan, sangat penting untuk suksesnya evaluasi. Suatu program/kegiatan mengikuti beberapa kerangka logis sebagai berikut. Pertama, ada maksud atau sejumlah alasan mengapa sebuah program/kegiatan diperlukan – berupa suatu visi. Kedua, menentukan sasaran serta tujuan dari program/kegiatan, sebagai dasar dalam meraih visi. Ketiga, memerlukan sumberdaya seperti pendanaan, keahlian, dan perlengkapan yang mewujudkan aktifitas. Keempat, dengan berbagai aktifitas yang ada menghasilkan keluaran (ouput) dari program/kegiatan yang ditujukan untuk mencapai hasil-hasil (outcome) dalam memenuhi maksud dan tujuan yang telah ditentukan.
Salah satu implikasi dari pemberlakuan Undang-Undang Pemerintahan Daerah (22/99) dan Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (25/99) adalah, Kabupaten/Kota saat ini memiliki kewenangan untuk merencanakan dan mengelola pembangunan di daerahnya. Namun dalam era baru ini, pelaksanaan kewenangan daerah tersebut dituntut untuk lebih demokratis, terbuka, dan menyediakan peluang bagi berbagai pelaku untuk terlibat di dalamnya (partisipatif). Hal ini merupakan ide dasar dibutuhkannya PDPP, sebagai suatu program/kegiatan. Adapun sasaran dari PDPP adalah menyediakan suatu instrumen bagi pemerintah Kabupaten/Kota untuk merencanakan dan mengelola pembangunan daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil (kinerja), melibatkan masyarakat, berjangka menengah, dan mencangkup investasi pembangunan multi-sektoral
Monitoring dan evaluasi program/kegiatan secara sederhana dapat diartikan sebagai aktifitas untuk melihat perkembangan dan menilai keberhasilan dari suatu program/kegiatan. Hal ini sangat diperlukan, karena akan memperbaiki kinerja dari program/kegiatan selama perjalanannya dan membantu program/kegiatan selanjutnya. Pengertian monitoring & evaluasi dapat dijelaskan secara terpisah. Monitoring adalah langkah pengamatan terhadap berbagai kegiatan yang berbeda untuk memastikan bahwa strategi dan langkah yang ditempuh telah sesuai prosedur. Monitoring biasanya melekat pada tahap pelaksanaan program/kegiatan. Artinya monitoring dilakukan pada saat program/kegiatan berjalan dan memiliki jangkauan jangka pendek.
Evaluasi yang dimengerti pada umumnya adalah kegiatan tahap akhir suatu program/kegiatan untuk menilai apakah sebuah program/kegiatan dinilai berhasil atau gagal. Namun sebenarnya evaluasi dapat dibagi ke dalam 4 tingkatan: evaluasi pra¬program/kegiatan, evaluasi pada saat berjalan, evaluasi summatif (akhir) dan evaluasi dampak. Jadi evaluasi bukan merupakan kegiatan sekali saja pada saat akhir program/kegiatan. Tapi, evaluasi lebih sebagai kegiatan berkelanjutan selama program/kegiatan berjalan. Evaluasi berbeda dengan monitoring, di mana monitoring bertugas mengontrol apakah program/kegiatan telah berjalan di atas rencana, sementara evaluasi mengajukan pertanyaan apakah program/kegiatan telah berjalan pada jalur yang benar. Secara umum, monitoring dan evaluasi memiliki pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah kita melakukan seperti yang kita rencanakan?
2. Apakah itu berhasil? Kenapa berhasil atau kenapa tidak?
3. Apakah kita akan mengulanginya lagi atau melakukan yang berbeda?
Sejauh ini, kita sering mendengar tentang monitoring dan evaluasi, termasuk mengapa hal tersebut sangat penting untuk dilakukan. Tetapi apa yang dimaksud dengan evaluasi sebagai suatu proses yang partisipatif? Jawaban sederhananya adalah, menjadikan orang-orang yang terlibat pada atau terkena dampak dari suatu program/kegiatan (stakeholders) berpartisipasi dalam penyusunan dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi.
D.Konsep
Monitoring dan evaluasi konvensional seringkali sangat rumit dan dilakukan oleh pihak (individu/lembaga) luar yang belum tentu terlibat dalam proses. Individu ataupun lembaga tersebut datang untuk mengumpulkan data dan kembali ke institusinya untuk menganalisa data. Dan oleh sebab itu, hasil analisanya jarang dapat diakses oleh para pelaku aktifitas yang dimonitor dan dievaluasi (kelompok sasaran). Selain itu, terminologi yang digunakan dalam monitoring dan evaluasi konvensional seringkali sulit untuk dapat dimengerti oleh kelompok sasaran, sehingga hasilnya pun kurang dapat digunakan oleh mereka.
• Monitoring dan Evaluasi Partisipatif
Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses monitoring dan evaluasi. Walaupun sudah ada evaluasi kinerja di tingkat dinas/kabupaten dalam bentuk dokumen LAKIP, sampai sekarang belum ada mekanisme yang menjelaskan feedback dari masyarakat tentang kwalitas proyek, nilai, dan kepuasan masyarakat desa terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan di desa. Sampai saat ini, pada awal tahun tidak pernah ada informasi mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan di salah satu daerah. Hal ini membuat masyarakat tidak mengetahui rencana pembangunan di desanya dan tidak menimbulkan rasa memiliki terhadap program dan proyek yang berjalan. Masyarakat juga tidak bisa melakukan fungsi kontrol terhadap kegiatan pembangunan.
4 Rekomendasi: Perlu ada daftar proyek/kegiatan yang dibagi pada awal tahun kepada setiap desa. Daftar itu nanti menjadi dasar untuk menilai hasil proyek/program pada kegiatan Musrenbang tahun berikutnya. Setiap sektor mendapat hasil penilaian itu dan melaksanakan evaluasi sektoral. Input dari masyarakat desa harus masuk dokumen LAKIP. Partisipasi ini perlu dijamin dalam produk hukum daerah yang menjelaskan alur evaluasi masyarakat desa, supaya monitoring dan evaluasi partisipatif juga bermanfaat.
• Kwalitas Data
Kwalitas data perencanaan dan penganggaran-mulai dari tingkat desa sampai tingkat kabupaten- masih rendah. Walaupun jumlah data sudah banyak, metode pengumpulan data dan pengelolaannya, misalnya update data, belum ada. Kondisi ini telah menghilangkan akuntabilitas kegiatan dan ukuran kinerja pemerintah. Untuk menilai kinerja pemerintah, harus ada data yang berkwalitas. Perkembangan pembangunan tidak dapat diukur kalau data pokok pada awal kegiatan tidak ditetapkan. Sampai sekarang indikator di beberapa dokumen perencanaan dan penganggaran tidak dapat diukur dengan jelas. Kalaupun sudah ada indikator, outcome dari salah satu program/kegiatan seringkali tidak jelas. Artinya, belum ada database yang cukup berkwalitas sebagai dasar pengukuran kinerja dan tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan menurut KepMen 29/2002, setiap kegiatan yang dianggarkan harus dapat diukur sampai tingkat benefit. Kelemahan tersebut mempersulit pelaksanaan anggaran kinerja secara murni.
E.Penutup
Dengan daur program dalam perencanaan kita akan dapat melihat bagaimana proses manajemen serta fungsi-fungsinya dalam pelaksanaan pembangunan. Sehingga dengan adanya daur atau cyrcle yang pada prinsipnya untuk efisensi dan efektifitas program yang ada. Dan hal paling penting juga dapat kita lihat pada partisipasi masyarakat dalam implementasi pembangunan, guna mendukung setiap program yang bersifat daur.
Daftar Pustaka
G. Rainey, Understanding and Managing Public Organizations, San Francisco: Jossey-Bass, 1997, h. 3.
Robert B. Buchele, The Management of Business and Public Organizations, Tokyo: McGraw Hill, 1977, h. iii.
Menjelajah Cakrawala: Kumpulan Karya Visioner, disunting oleh Kathleen Newland dan Kemala Candrakirana Soedjatmoko, Jakarta: Gramedia-Yayasan Soedjatmoko, 1994, h.50.
C:\WINDOWS\Desktop\Majalah Perencaan Pembangunan\Edisi 23 Th 2001\Riant Nugroho.doc
Agus Dwiyanto, Pemerintah Yang Efisien, Tanggap, Dan Akuntabel: Kontrol Atau Etika?, JKAP, Volume 1, Nomor 2, Juli 1997.
Amartya Sen, Development as Freedom, New York: Anchor Book, 1999.
Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta: Gramedia, 1996.
Bruno S. Frey, Modern Political Economy, New York: John Willey and Sons, 1978, h.3.
PHD Guidline
PhD:
- is awarded for original work
- about an original contribution to knowledge
- is primarily a research tranning exercise to get you from being a mere beginner in research to the level of a full professional
- professional means that you have something to say about your field that your fellow professionals would want to listen to: so;
- organizing the material in an interesting and useful way
- evaluating the contributions of others (justifiying the criticisms of course)
- identifying trends in research activity
- defining areas of theoretical and empirical weakness
- -of the processes involved which is why you have written the thesis.
PhD research:
- is finding out something you don’t know
- It’s goes beyond description and requires analysis
- a research requires a contribution to the analysis and explanation at the topic, not just description
- means finding good question as well as good answers
- It’s looks for explanation, relationship, comparisons, predictions, generalizations dan theories
- Have to go to great trouble to get systematic, valid and reliable data because their aim is to understand and interpret
- Examine data and the source of data critically…is not to agree or disagree but to ask. What is the evidence? Have you got the facts right? Can we get better data? Can the results be interpreted differently?
- was determination and application rather than brilliance- that were needed to complete what they had started
- Need to be planned and developed and completed in a given period of time- keeping to deadlines, Set a time limit for its completion - there is a job to be finished.
Research proposal:
- Must sell, not just tell
- Coustomers don’t buy what it is, they buy what it does for them. They buy benefits not features!
untuk lebih jelas, Anda dapat mengklik link dibawah ini :
http://watchworldcup.blogspot.com/2006/06/watch-it-with-p2p-worldcupwatcher.html
Nb: Untuk download, saya lebih suka mengunakan TVANTS, karena lebih jelas bhs inggrisnya (hanya sebagian bhs mandarin).
Sumber:http://robertsiregar.blogspot.com/
OLEH :
ROBERT SIREGAR
Dept. Urban Studies and Planning Program
robert_rppp@yahoo.com
A.Pendahuluan
Pembangunan adalah sebuah kegiatan yang kolosal, memakan waktu yang panjang, melibatkan seluruh warganegara dan dunia intrernasional, dan menyerap hampir seluruh sumber daya negara-bangsa. Karena itu, sudah seharusnya jika pembangunan dimenejemeni. Beberapa bentuk perencanaan yang dikenali sampai dengan saat ini antara lain: perencanaan proyek, perencanaan sektoral, perencanaan program pembangunan, perencanaan makro ekonomi, dan perencanaan wilayah dan kota. Kegiatan perencanaan sebagai besar merupakan proses tindakan mengubah kondisi dan pengarahan masyarakat yang biasanya dilakukan oleh organisasi pemerintah. Namun pada akhir-akhir ini gerakan sosial-politik masyarakat sangat dominan, sehingga tindakan perencanaan untuk mengarahkan masyarakat tanpa proses pelibatan dan partisipasi masyarakat akan menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya legitimasi hasil suatu proses kegiatan perencanaan.
Pertanyaan pokok yang diajukan dalam hal ini adalah (i) apa permasalahan pokok yang dihadapi oleh masyarakat pada saat ini? (ii) nilai-nilai seperti apa yang diadopsi dalam proses kegiatan perencanaan yang dapat dilakukan oleh pemerintah? bagaimana proses kegiatan perencanaan itu sendiri dapat dilakukan oleh lembaga perencanaan atau profesi perencana secara efektif sebagai alat pengambilan keputusan dan tindakan untuk memecahkan permasalahan masyarakat?
Dengan melihat perkembangan situasi pada akhir-akhir ini, tulisan ini merupakan sumbangan pemikiran untuk dapat membantu memecahkan permasalahan kemasyarakatan melalui peningkatan kinerja perencanaan dengan pendekatan baru serta memperkuat proses perencanaan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif di berbagai tingkatan pemerintahan. Dalam UU 25/2004, mendefinisikan partisipasi masyarakat sebagai “...keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan...”. Masyarakat adalah ”... orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum yang berkepentingan dengan kegiatan dan hasil pembangunan baik sebagai penanggung biaya, pelaku, penerima manfaat maupun penanggung risiko”. Dalam perspektif Undang-Undang No 25/2004, “partisipasi” merupakan salah satu pendekatan dalam perencanaan pembangunan yang “....dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.
Daur program pengembangan masyarakat dapat dibagi ke dalam 4 tahap besar, yang meliputi identifikasi, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring-evaluasi. Pembagian tahap ini sangat bersifat fleksibel dan menyesuaikan keadaan. Ada yang membaginya menjadi 3 tahap saja, yakni perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahap perencanaan meliputi: pengenalan ke masyarakat, penggalian kebutuhan (need assessment), menentukan tujuan dan sasaran, mengenali potensi dan kendala serta menyusun perencanaan. Tahap pelaksanaan meliputi: koordinasi, monitoring, dan manajemen kontinjensi (contingency management). Tahap evaluasi meliputi monitoring dan evaluasi itu sendiri. Secara sederhana daur program yang terdiri atas identifikasi, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dapat digambarkan berikut ini :
B. Program Dan Kegiatan
Intervensi pengembangan masyarakat di banyak negara berkembang memiliki keragaman, terutama dalam penggunaan istilah atau terminologi. Istilah yang sering digunakan, seperti: pengembangan masyarakat, pembangunan sosial, pembangunan pedesaan, pengentasan kemiskinan, memiliki definisi dan arti yang berbeda-beda. Skala perbedaan biasanya terletak pada sifat, cakupan, fokus dan bentuk program. Beberapa program pengembangan masyarakat biasanya mengarah pada kegiatan khusus seperti kesehatan, gizi, air dan sanitasi, pengembangan kepemimpinan, kredit pedesaan, pengentasan kemiskinan, penguatan masyarakat, penguatan kapasitas SDM, dll.
Ada perbedaan mendasar dalam menggunakan istilah program dan kegiatan. Program lebih bersifat makro dan holistik, di mana seluruh komponen bergerak sebagai suatu sistem.
Program pengembangan masyarakat adalah seluruh upaya untuk mencapai peningkatan taraf hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Upaya tersebut secara khusus dikelola melalui sejumlah kegiatan. Jangka waktu kegiatan juga terbatas dengan cakupan garapan yang terbatas pula. Kegiatan yang umum dilakukan diantaranya meliputi identifikasi, sosialisasi, perencanaan, rapat koordinasi, pengendalian, monitoring, dan evaluasi
C. Apa Itu Program ?
Sebagaimana telah disebutkan di atas, program/kegiatan adalah sejumlah langkah kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk mengatasi suatu masalah atau isu. Memahami dengan jelas tentang apa yang dibutuhkan oleh suatu program/kegiatan, sangat penting untuk suksesnya evaluasi. Suatu program/kegiatan mengikuti beberapa kerangka logis sebagai berikut. Pertama, ada maksud atau sejumlah alasan mengapa sebuah program/kegiatan diperlukan – berupa suatu visi. Kedua, menentukan sasaran serta tujuan dari program/kegiatan, sebagai dasar dalam meraih visi. Ketiga, memerlukan sumberdaya seperti pendanaan, keahlian, dan perlengkapan yang mewujudkan aktifitas. Keempat, dengan berbagai aktifitas yang ada menghasilkan keluaran (ouput) dari program/kegiatan yang ditujukan untuk mencapai hasil-hasil (outcome) dalam memenuhi maksud dan tujuan yang telah ditentukan.
Salah satu implikasi dari pemberlakuan Undang-Undang Pemerintahan Daerah (22/99) dan Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (25/99) adalah, Kabupaten/Kota saat ini memiliki kewenangan untuk merencanakan dan mengelola pembangunan di daerahnya. Namun dalam era baru ini, pelaksanaan kewenangan daerah tersebut dituntut untuk lebih demokratis, terbuka, dan menyediakan peluang bagi berbagai pelaku untuk terlibat di dalamnya (partisipatif). Hal ini merupakan ide dasar dibutuhkannya PDPP, sebagai suatu program/kegiatan. Adapun sasaran dari PDPP adalah menyediakan suatu instrumen bagi pemerintah Kabupaten/Kota untuk merencanakan dan mengelola pembangunan daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil (kinerja), melibatkan masyarakat, berjangka menengah, dan mencangkup investasi pembangunan multi-sektoral
Monitoring dan evaluasi program/kegiatan secara sederhana dapat diartikan sebagai aktifitas untuk melihat perkembangan dan menilai keberhasilan dari suatu program/kegiatan. Hal ini sangat diperlukan, karena akan memperbaiki kinerja dari program/kegiatan selama perjalanannya dan membantu program/kegiatan selanjutnya. Pengertian monitoring & evaluasi dapat dijelaskan secara terpisah. Monitoring adalah langkah pengamatan terhadap berbagai kegiatan yang berbeda untuk memastikan bahwa strategi dan langkah yang ditempuh telah sesuai prosedur. Monitoring biasanya melekat pada tahap pelaksanaan program/kegiatan. Artinya monitoring dilakukan pada saat program/kegiatan berjalan dan memiliki jangkauan jangka pendek.
Evaluasi yang dimengerti pada umumnya adalah kegiatan tahap akhir suatu program/kegiatan untuk menilai apakah sebuah program/kegiatan dinilai berhasil atau gagal. Namun sebenarnya evaluasi dapat dibagi ke dalam 4 tingkatan: evaluasi pra¬program/kegiatan, evaluasi pada saat berjalan, evaluasi summatif (akhir) dan evaluasi dampak. Jadi evaluasi bukan merupakan kegiatan sekali saja pada saat akhir program/kegiatan. Tapi, evaluasi lebih sebagai kegiatan berkelanjutan selama program/kegiatan berjalan. Evaluasi berbeda dengan monitoring, di mana monitoring bertugas mengontrol apakah program/kegiatan telah berjalan di atas rencana, sementara evaluasi mengajukan pertanyaan apakah program/kegiatan telah berjalan pada jalur yang benar. Secara umum, monitoring dan evaluasi memiliki pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah kita melakukan seperti yang kita rencanakan?
2. Apakah itu berhasil? Kenapa berhasil atau kenapa tidak?
3. Apakah kita akan mengulanginya lagi atau melakukan yang berbeda?
Sejauh ini, kita sering mendengar tentang monitoring dan evaluasi, termasuk mengapa hal tersebut sangat penting untuk dilakukan. Tetapi apa yang dimaksud dengan evaluasi sebagai suatu proses yang partisipatif? Jawaban sederhananya adalah, menjadikan orang-orang yang terlibat pada atau terkena dampak dari suatu program/kegiatan (stakeholders) berpartisipasi dalam penyusunan dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi.
D.Konsep
Monitoring dan evaluasi konvensional seringkali sangat rumit dan dilakukan oleh pihak (individu/lembaga) luar yang belum tentu terlibat dalam proses. Individu ataupun lembaga tersebut datang untuk mengumpulkan data dan kembali ke institusinya untuk menganalisa data. Dan oleh sebab itu, hasil analisanya jarang dapat diakses oleh para pelaku aktifitas yang dimonitor dan dievaluasi (kelompok sasaran). Selain itu, terminologi yang digunakan dalam monitoring dan evaluasi konvensional seringkali sulit untuk dapat dimengerti oleh kelompok sasaran, sehingga hasilnya pun kurang dapat digunakan oleh mereka.
• Monitoring dan Evaluasi Partisipatif
Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses monitoring dan evaluasi. Walaupun sudah ada evaluasi kinerja di tingkat dinas/kabupaten dalam bentuk dokumen LAKIP, sampai sekarang belum ada mekanisme yang menjelaskan feedback dari masyarakat tentang kwalitas proyek, nilai, dan kepuasan masyarakat desa terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan di desa. Sampai saat ini, pada awal tahun tidak pernah ada informasi mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan di salah satu daerah. Hal ini membuat masyarakat tidak mengetahui rencana pembangunan di desanya dan tidak menimbulkan rasa memiliki terhadap program dan proyek yang berjalan. Masyarakat juga tidak bisa melakukan fungsi kontrol terhadap kegiatan pembangunan.
4 Rekomendasi: Perlu ada daftar proyek/kegiatan yang dibagi pada awal tahun kepada setiap desa. Daftar itu nanti menjadi dasar untuk menilai hasil proyek/program pada kegiatan Musrenbang tahun berikutnya. Setiap sektor mendapat hasil penilaian itu dan melaksanakan evaluasi sektoral. Input dari masyarakat desa harus masuk dokumen LAKIP. Partisipasi ini perlu dijamin dalam produk hukum daerah yang menjelaskan alur evaluasi masyarakat desa, supaya monitoring dan evaluasi partisipatif juga bermanfaat.
• Kwalitas Data
Kwalitas data perencanaan dan penganggaran-mulai dari tingkat desa sampai tingkat kabupaten- masih rendah. Walaupun jumlah data sudah banyak, metode pengumpulan data dan pengelolaannya, misalnya update data, belum ada. Kondisi ini telah menghilangkan akuntabilitas kegiatan dan ukuran kinerja pemerintah. Untuk menilai kinerja pemerintah, harus ada data yang berkwalitas. Perkembangan pembangunan tidak dapat diukur kalau data pokok pada awal kegiatan tidak ditetapkan. Sampai sekarang indikator di beberapa dokumen perencanaan dan penganggaran tidak dapat diukur dengan jelas. Kalaupun sudah ada indikator, outcome dari salah satu program/kegiatan seringkali tidak jelas. Artinya, belum ada database yang cukup berkwalitas sebagai dasar pengukuran kinerja dan tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan menurut KepMen 29/2002, setiap kegiatan yang dianggarkan harus dapat diukur sampai tingkat benefit. Kelemahan tersebut mempersulit pelaksanaan anggaran kinerja secara murni.
E.Penutup
Dengan daur program dalam perencanaan kita akan dapat melihat bagaimana proses manajemen serta fungsi-fungsinya dalam pelaksanaan pembangunan. Sehingga dengan adanya daur atau cyrcle yang pada prinsipnya untuk efisensi dan efektifitas program yang ada. Dan hal paling penting juga dapat kita lihat pada partisipasi masyarakat dalam implementasi pembangunan, guna mendukung setiap program yang bersifat daur.
Daftar Pustaka
G. Rainey, Understanding and Managing Public Organizations, San Francisco: Jossey-Bass, 1997, h. 3.
Robert B. Buchele, The Management of Business and Public Organizations, Tokyo: McGraw Hill, 1977, h. iii.
Menjelajah Cakrawala: Kumpulan Karya Visioner, disunting oleh Kathleen Newland dan Kemala Candrakirana Soedjatmoko, Jakarta: Gramedia-Yayasan Soedjatmoko, 1994, h.50.
C:\WINDOWS\Desktop\Majalah Perencaan Pembangunan\Edisi 23 Th 2001\Riant Nugroho.doc
Agus Dwiyanto, Pemerintah Yang Efisien, Tanggap, Dan Akuntabel: Kontrol Atau Etika?, JKAP, Volume 1, Nomor 2, Juli 1997.
Amartya Sen, Development as Freedom, New York: Anchor Book, 1999.
Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta: Gramedia, 1996.
Bruno S. Frey, Modern Political Economy, New York: John Willey and Sons, 1978, h.3.
PHD Guidline
PhD:
- is awarded for original work
- about an original contribution to knowledge
- is primarily a research tranning exercise to get you from being a mere beginner in research to the level of a full professional
- professional means that you have something to say about your field that your fellow professionals would want to listen to: so;
- organizing the material in an interesting and useful way
- evaluating the contributions of others (justifiying the criticisms of course)
- identifying trends in research activity
- defining areas of theoretical and empirical weakness
- -of the processes involved which is why you have written the thesis.
PhD research:
- is finding out something you don’t know
- It’s goes beyond description and requires analysis
- a research requires a contribution to the analysis and explanation at the topic, not just description
- means finding good question as well as good answers
- It’s looks for explanation, relationship, comparisons, predictions, generalizations dan theories
- Have to go to great trouble to get systematic, valid and reliable data because their aim is to understand and interpret
- Examine data and the source of data critically…is not to agree or disagree but to ask. What is the evidence? Have you got the facts right? Can we get better data? Can the results be interpreted differently?
- was determination and application rather than brilliance- that were needed to complete what they had started
- Need to be planned and developed and completed in a given period of time- keeping to deadlines, Set a time limit for its completion - there is a job to be finished.
Research proposal:
- Must sell, not just tell
- Coustomers don’t buy what it is, they buy what it does for them. They buy benefits not features!
untuk lebih jelas, Anda dapat mengklik link dibawah ini :
http://watchworldcup.blogspot.com/2006/06/watch-it-with-p2p-worldcupwatcher.html
Nb: Untuk download, saya lebih suka mengunakan TVANTS, karena lebih jelas bhs inggrisnya (hanya sebagian bhs mandarin).
Jumat, 16 Juli 2010
Menlu RI dan Menludag Australia Bahas Kerja Sama Eratkan Kedua Negara
Kamis, 15 Juli 2010
Menteri Luar Negeri Dr. R.M. Marty Natalegawa bersama Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Australia, Stephen Smith, telah melakukan pertemuan bilateral untuk membahas peningkatan kerja sama dan isu-isu yang menjadi perhatian kedua negara di Gedung Pancasila, Kemlu RI, siang ini (15/7). Pertemuan merupakan tindak lanjut pasca kunjungan Presiden RI ke Australia, Maret lalu.
Dalam konferensi pers yang diselenggarakan seusai pertemuan bilateral, Menlu Natalegawa menyampaikan bahwa dirinya sangat menyambut baik kunjungan Menludag Smith ke Indonesia untuk membahas kerja sama bilateral. Kunjungan ini merupakan kunjungan keenam Smith dan yang pertama sebagai Menludag Australia pada pemerintahan PM Julia Gillard.
Di hadapan media kedua negara, kedua menteri menyatakan hubungan Indonesia dan Australia saat ini terjalin sangat erat dan terus mengalami peningkatan kerja sama di berbagai bidang khususnya hubungan antar masyarakat. “Hubungan kedua negara tidak pernah sebaik ini”, ujar Smith.
Upaya-upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan hubungan kedua negara adalah rencana penyelenggaraan Annual Leaders Meeting yang merupakan pertemuan reguler tahunan kedua kepala negara, pertemuan rutin antara Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan kedua pihak, serta meningkatkan kerja sama di berbagai modalitas lainnya, antara lain hubungan antar masyarakat.
Pada kesempatan tersebut Menlu Natalegawa juga menerima dokumen resmi dari Menludag Smith yang berisikan informasi detil mengenai kerja sama yang telah dilakukan kedua negara untuk meningkatkan hubungan antar masyarakat kedua negara.
Selain membahas kerja sama bilateral, pertemuan juga membahas mengenai isu-isu regional yang menjadi perhatian kedua belah pihak, di antaranya kerja sama dengan ASEAN, isu penyelundupan manusia dan perdagangan orang (trafficking in person) di kawasan, masalah ekstradisi, perlindungan kekonsuleran dan masalah pencemaran minyak di Montara.
Terkait pertanyaan dari media mengenai posisi Indonesia terhadap rencana pendirian Regional Processing Centre untuk pencari suaka di Timor Leste yang dikemukakan oleh PM Julia Gillard, Menlu Natalegawa menyatakan dapat mengerti alasan munculnya usulan tersebut, namun hal ini masih perlu dibahas lebih lanjut dengan berbagai pihak.
Menurut Menlu, yang terpenting dari penyelesaian masalah pencari suaka ini adalah perlunya kerangka kerja dan proses di kawasan, sesuatu yang selama ini telah dibahas secara intensif antara Indonesia dengan Australia melalui pertemuan Bali Process. Usulan mengenai Regional Processing Centre akan menjadi bagian penting dalam pembahasan penyususnan kerangka kerja dan proses tersebut.
Pembentukan Regional Processing Centre ini akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan Bali Process tingkat menteri mendatang.
Peresmian Madrasah Balaraja
Sebelum melakukan pertemuan bilateral, Menludag Smith meresmikan Madrasah Balaraja di Propinsi Banten, yang juga disaksikan Menlu Natalegawa pagi ini. Peresmian Madrasah ini merupakan tanda selesainya pembangunan sekolah ke-2000 di bawah Australia-Indonesia Basic Education Program. “Kami sangat bahagia dapat memberikan sesuatu untuk membantu para anak-anak bersekolah” ujar Smith.
Menlu Natalegawa, sambil menyampaikan rasa apresiasinya, juga menyatakan bahwa pembangunan sekolah–sekolah ini menjadi bentuk nyata kerja sama kedua negara yang berdampak langsung bagi masyarakat, khususnya di bidang pendidikan.
Selama dua hari kunjungannya di Indonesia (14-15 Juli 2010), Menludag Smith juga melakukan pertemuan dengan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dan meresmikan Fasilitas Penanggulangan Bencana Australia – Indonesia. Fasilitas yang akan bertempat di gedung Menara Thamrin, Jakarta, ini merupakan bentuk kerja sama kedua negara dalam penanggulangan bencana di Indonesia dan kawasan. (Sumber: Dit. Infomed/HO)
Menteri Luar Negeri Dr. R.M. Marty Natalegawa bersama Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Australia, Stephen Smith, telah melakukan pertemuan bilateral untuk membahas peningkatan kerja sama dan isu-isu yang menjadi perhatian kedua negara di Gedung Pancasila, Kemlu RI, siang ini (15/7). Pertemuan merupakan tindak lanjut pasca kunjungan Presiden RI ke Australia, Maret lalu.
Dalam konferensi pers yang diselenggarakan seusai pertemuan bilateral, Menlu Natalegawa menyampaikan bahwa dirinya sangat menyambut baik kunjungan Menludag Smith ke Indonesia untuk membahas kerja sama bilateral. Kunjungan ini merupakan kunjungan keenam Smith dan yang pertama sebagai Menludag Australia pada pemerintahan PM Julia Gillard.
Di hadapan media kedua negara, kedua menteri menyatakan hubungan Indonesia dan Australia saat ini terjalin sangat erat dan terus mengalami peningkatan kerja sama di berbagai bidang khususnya hubungan antar masyarakat. “Hubungan kedua negara tidak pernah sebaik ini”, ujar Smith.
Upaya-upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan hubungan kedua negara adalah rencana penyelenggaraan Annual Leaders Meeting yang merupakan pertemuan reguler tahunan kedua kepala negara, pertemuan rutin antara Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan kedua pihak, serta meningkatkan kerja sama di berbagai modalitas lainnya, antara lain hubungan antar masyarakat.
Pada kesempatan tersebut Menlu Natalegawa juga menerima dokumen resmi dari Menludag Smith yang berisikan informasi detil mengenai kerja sama yang telah dilakukan kedua negara untuk meningkatkan hubungan antar masyarakat kedua negara.
Selain membahas kerja sama bilateral, pertemuan juga membahas mengenai isu-isu regional yang menjadi perhatian kedua belah pihak, di antaranya kerja sama dengan ASEAN, isu penyelundupan manusia dan perdagangan orang (trafficking in person) di kawasan, masalah ekstradisi, perlindungan kekonsuleran dan masalah pencemaran minyak di Montara.
Terkait pertanyaan dari media mengenai posisi Indonesia terhadap rencana pendirian Regional Processing Centre untuk pencari suaka di Timor Leste yang dikemukakan oleh PM Julia Gillard, Menlu Natalegawa menyatakan dapat mengerti alasan munculnya usulan tersebut, namun hal ini masih perlu dibahas lebih lanjut dengan berbagai pihak.
Menurut Menlu, yang terpenting dari penyelesaian masalah pencari suaka ini adalah perlunya kerangka kerja dan proses di kawasan, sesuatu yang selama ini telah dibahas secara intensif antara Indonesia dengan Australia melalui pertemuan Bali Process. Usulan mengenai Regional Processing Centre akan menjadi bagian penting dalam pembahasan penyususnan kerangka kerja dan proses tersebut.
Pembentukan Regional Processing Centre ini akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan Bali Process tingkat menteri mendatang.
Peresmian Madrasah Balaraja
Sebelum melakukan pertemuan bilateral, Menludag Smith meresmikan Madrasah Balaraja di Propinsi Banten, yang juga disaksikan Menlu Natalegawa pagi ini. Peresmian Madrasah ini merupakan tanda selesainya pembangunan sekolah ke-2000 di bawah Australia-Indonesia Basic Education Program. “Kami sangat bahagia dapat memberikan sesuatu untuk membantu para anak-anak bersekolah” ujar Smith.
Menlu Natalegawa, sambil menyampaikan rasa apresiasinya, juga menyatakan bahwa pembangunan sekolah–sekolah ini menjadi bentuk nyata kerja sama kedua negara yang berdampak langsung bagi masyarakat, khususnya di bidang pendidikan.
Selama dua hari kunjungannya di Indonesia (14-15 Juli 2010), Menludag Smith juga melakukan pertemuan dengan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dan meresmikan Fasilitas Penanggulangan Bencana Australia – Indonesia. Fasilitas yang akan bertempat di gedung Menara Thamrin, Jakarta, ini merupakan bentuk kerja sama kedua negara dalam penanggulangan bencana di Indonesia dan kawasan. (Sumber: Dit. Infomed/HO)
Indonesia-Australia bahas soal Imigran Pencari suaka
Banyak pencari suaka yang ditempatkan sementara di Indonesia
Indonesia masih menunggu pembicaraan Australia dengan Pemerintah Timor Leste terkait rencana pembangunan pusat pemrosesan imigran pencari suaka di bekas provinsi Indonesia itu.
Meski demikian Indonesia tetap menganggap rencana ini adalah bagian dari kerangka kerja regional untuk mencari solusi para imigran pencari suaka.
Masalah ini disampaikan Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Australia Stephen Smith saat menemui Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa, Kamis (15/07/2010) di Jakarta.
Dalam kunjungan kali ini, Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Australia Stephen Smith mengakui salah satu pokok pembicaraan adalah ide Australia mendirikan pusat pemrosesan pencari suaka di Timor Leste.
Menlu Smith mengatakan ini merupakan bagian dari kerangka kerja regional dalam mengatasi masalah para pencari suaka.
''Saya sangat senang bisa menjelaskan proposal PM Gillard kepada Menlu Marty mengenai kerangka kerja regional soal perdagangan manusia dan pengungsi serta pusat proses suaka regional''.
''Proposal ini akan efektif dengan dukungan regional, badan PBB urusan pengungsi dan dukungan negara-negara tujuan pengungsi di seluruh kawasan ini'', kata Smith.
Proposal ini akan efektif dengan dukungan regional, badan PBB urusan pengungsi dan dukungan negara-negara tujuan pengungsi di seluruh kawasan ini
Stephen Smith
Smith menambahkan kalau dalam tiga hari belakangan, para pejabat Australia sudah bertemu dengan pejabat Timor Leste dan Indonesia dan menjamin pembicaraan akan terus berlangsung.
Proposal pembangunan pusat pemrosesan suaka mulanya datang dari perdana menteri Australia yang baru dilantik, Julia Gillard, dengan usulan lokasi di Timor Leste.
Gillard beralasan pembangunan tempat ini adalah cara memutus rantai penyelundupan manusia yang sebagain besar menyasar Australia.
Pemerintah Australia, menurut Menlu Smith, dalam waktu dekat juga akan menggelar pembicaraan dengan Indonesia dan Timor Leste untuk pembahasan lebih lanjut.
Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan bisa memahami alasan Australia melontarkan konsep ini:
''Indonesia melihat ide itu sebagai sebuah komponen potensial dalam sebuah kerangka kerja regional. Dan saya mendapat informasi dari Menlu Smith tentang alasan di belakang ide itu dan pembicaraan yang telah dilakukan dengan negara-negara di kawasan ini''.
''Saya dapat memahami alasan di belakang ide tersebut. Dalam beberapa pekan mendatang kita akan mengapresiasi konsep ini lebih baik'', kata Marty Natalegawa.
Konsep Australia ini sudah mendapat penolakan parlemen Timor Leste.
Resiko bagi Indonesia
Resikonya adalah bahwa konsentrasi pengungsian bisa menimbulkan suatu keonaran mengingat negara itu belum sama sekali stabil
Sabam Siagian
Mantan duta besar Indonesia untuk Australia, Sabam Siagian menilai kalau rencana ini jadi dilaksanakan, maka Indonesia menghadapi resiko mengingat Indonesia berbatasan langsung dengan wilayah Timor Leste.
"Kita ini cukup memberikan perhatian dan pengertian lho," tegas Sabam merujuk pada masalah banyaknya pencari suaka yang berusaha mencapai Australia.
Tetapi, menurut Sabam, untuk mendirikan suatu penampungan pengungsian di dekat perbatasan Indonesia di di Timor Leste yang menurut Indonesia belum begitu belum stabil adalah sesuatu yang beresiko.
"Resikonya adalah bahwa konsentrasi pengungsian bisa menimbulkan suatu keonaran dan macam-macam, mengingat negara itu belum sama sekali stabil," lanjut Sabam Siagian.
Indonesia masih menunggu pembicaraan Australia dengan Pemerintah Timor Leste terkait rencana pembangunan pusat pemrosesan imigran pencari suaka di bekas provinsi Indonesia itu.
Meski demikian Indonesia tetap menganggap rencana ini adalah bagian dari kerangka kerja regional untuk mencari solusi para imigran pencari suaka.
Masalah ini disampaikan Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Australia Stephen Smith saat menemui Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa, Kamis (15/07/2010) di Jakarta.
Dalam kunjungan kali ini, Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Australia Stephen Smith mengakui salah satu pokok pembicaraan adalah ide Australia mendirikan pusat pemrosesan pencari suaka di Timor Leste.
Menlu Smith mengatakan ini merupakan bagian dari kerangka kerja regional dalam mengatasi masalah para pencari suaka.
''Saya sangat senang bisa menjelaskan proposal PM Gillard kepada Menlu Marty mengenai kerangka kerja regional soal perdagangan manusia dan pengungsi serta pusat proses suaka regional''.
''Proposal ini akan efektif dengan dukungan regional, badan PBB urusan pengungsi dan dukungan negara-negara tujuan pengungsi di seluruh kawasan ini'', kata Smith.
Proposal ini akan efektif dengan dukungan regional, badan PBB urusan pengungsi dan dukungan negara-negara tujuan pengungsi di seluruh kawasan ini
Stephen Smith
Smith menambahkan kalau dalam tiga hari belakangan, para pejabat Australia sudah bertemu dengan pejabat Timor Leste dan Indonesia dan menjamin pembicaraan akan terus berlangsung.
Proposal pembangunan pusat pemrosesan suaka mulanya datang dari perdana menteri Australia yang baru dilantik, Julia Gillard, dengan usulan lokasi di Timor Leste.
Gillard beralasan pembangunan tempat ini adalah cara memutus rantai penyelundupan manusia yang sebagain besar menyasar Australia.
Pemerintah Australia, menurut Menlu Smith, dalam waktu dekat juga akan menggelar pembicaraan dengan Indonesia dan Timor Leste untuk pembahasan lebih lanjut.
Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan bisa memahami alasan Australia melontarkan konsep ini:
''Indonesia melihat ide itu sebagai sebuah komponen potensial dalam sebuah kerangka kerja regional. Dan saya mendapat informasi dari Menlu Smith tentang alasan di belakang ide itu dan pembicaraan yang telah dilakukan dengan negara-negara di kawasan ini''.
''Saya dapat memahami alasan di belakang ide tersebut. Dalam beberapa pekan mendatang kita akan mengapresiasi konsep ini lebih baik'', kata Marty Natalegawa.
Konsep Australia ini sudah mendapat penolakan parlemen Timor Leste.
Resiko bagi Indonesia
Resikonya adalah bahwa konsentrasi pengungsian bisa menimbulkan suatu keonaran mengingat negara itu belum sama sekali stabil
Sabam Siagian
Mantan duta besar Indonesia untuk Australia, Sabam Siagian menilai kalau rencana ini jadi dilaksanakan, maka Indonesia menghadapi resiko mengingat Indonesia berbatasan langsung dengan wilayah Timor Leste.
"Kita ini cukup memberikan perhatian dan pengertian lho," tegas Sabam merujuk pada masalah banyaknya pencari suaka yang berusaha mencapai Australia.
Tetapi, menurut Sabam, untuk mendirikan suatu penampungan pengungsian di dekat perbatasan Indonesia di di Timor Leste yang menurut Indonesia belum begitu belum stabil adalah sesuatu yang beresiko.
"Resikonya adalah bahwa konsentrasi pengungsian bisa menimbulkan suatu keonaran dan macam-macam, mengingat negara itu belum sama sekali stabil," lanjut Sabam Siagian.
Bali Nine dan Pencari Suaka Akan Jadi Agenda
Tim Liputan 6 SCTV
Artikel Terkait
* Australia Alihkan Utang Indonesia ke Program Kesehatan
* Australia Usulkan Calon Dubes Baru
* Janda Korban Balibo Datangi Tanah Kusir
09/03/2010 10:48
Liputan6.com, Canberra: Kasus terpidana mati kelompok Bali Nine yang dipidana karena penyelundupan narkoba, tampaknya akan menjadi salah satu agenda yang diusulkan Australia untuk menjadi bahan pembicaraan Presiden Yudhoyono dan Perdana Menteri Kevin Rudd.
Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith kepada Sky News seperti dikutip Sydney Morning Herald Selasa (9/3) mengatakan, ia berharap kasus terpidana mati Scott Rush akan muncul dalam pembicaraan kedua kepala negara [baca: Empat.Anggota.Bali.Nine.Dijatuhi.Hukuman.Mati]. Pemerintah Australia sendiri baru akan membuat permohonan terakhir untuk pengampunan kepada Presiden Yudhoyono setelah proses hukum selesai.
Smith mengatakan, Pemerintah Australia telah mewarisi hubungan yang baik dengan Indonesia dari para pendahulu mereka dan hubungan itu akan lebih ditingkatkan. Ia mengatakan telah ada perubahan hubungan kedua negara bertetangga ini sehingga masalah-masalah seperti hukuman mati dan penyelundupan manusia bisa dibicarakan dengan baik layaknya masalah yang biasa.
"Ada waktu di masa lalu ketika isu-isu tersebut mengguncang hubungan kita, tetapi kini hubungan (Australia-Indonesia,red) sudah jauh lebih matang," kata Smith.
Presiden Yudhoyono sendiri akan bertemu Perdana Menteri Kevin Rudd di parlemen Australia Rabu besok (10/3). Media Lokal Australia menyebutkan, masalah kesepakatan dalam menangani meningkatnya jumlah kapal pencari suaka yang melalui Indonesia dan masuk ke Australia juga akan menjadi salah satu isu penting pada pertemuan ini.
Pada kunjungan kali ini, Presiden Yudhyono didampingi sejumlah menteri diantaranya Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
Menteri Perdagangan Marie Elka Pengestu akan bertemu Menteri Perdagangan Australia Simon Crean sore ini. Pembicaraan akan mencakup kemungkinan perjanjian perdagangan bebas.
Menurut ANTARA Selain para menteri, sejumlah gubernur juga mendampingi Presiden, antara lain Gubernur Papua Barnabas Suebu, Gubernur Papua Barat Abraham Ataruri dan Gubernur Bali Mangku Pastika.(MLA)
Artikel Terkait
* Australia Alihkan Utang Indonesia ke Program Kesehatan
* Australia Usulkan Calon Dubes Baru
* Janda Korban Balibo Datangi Tanah Kusir
09/03/2010 10:48
Liputan6.com, Canberra: Kasus terpidana mati kelompok Bali Nine yang dipidana karena penyelundupan narkoba, tampaknya akan menjadi salah satu agenda yang diusulkan Australia untuk menjadi bahan pembicaraan Presiden Yudhoyono dan Perdana Menteri Kevin Rudd.
Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith kepada Sky News seperti dikutip Sydney Morning Herald Selasa (9/3) mengatakan, ia berharap kasus terpidana mati Scott Rush akan muncul dalam pembicaraan kedua kepala negara [baca: Empat.Anggota.Bali.Nine.Dijatuhi.Hukuman.Mati]. Pemerintah Australia sendiri baru akan membuat permohonan terakhir untuk pengampunan kepada Presiden Yudhoyono setelah proses hukum selesai.
Smith mengatakan, Pemerintah Australia telah mewarisi hubungan yang baik dengan Indonesia dari para pendahulu mereka dan hubungan itu akan lebih ditingkatkan. Ia mengatakan telah ada perubahan hubungan kedua negara bertetangga ini sehingga masalah-masalah seperti hukuman mati dan penyelundupan manusia bisa dibicarakan dengan baik layaknya masalah yang biasa.
"Ada waktu di masa lalu ketika isu-isu tersebut mengguncang hubungan kita, tetapi kini hubungan (Australia-Indonesia,red) sudah jauh lebih matang," kata Smith.
Presiden Yudhoyono sendiri akan bertemu Perdana Menteri Kevin Rudd di parlemen Australia Rabu besok (10/3). Media Lokal Australia menyebutkan, masalah kesepakatan dalam menangani meningkatnya jumlah kapal pencari suaka yang melalui Indonesia dan masuk ke Australia juga akan menjadi salah satu isu penting pada pertemuan ini.
Pada kunjungan kali ini, Presiden Yudhyono didampingi sejumlah menteri diantaranya Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
Menteri Perdagangan Marie Elka Pengestu akan bertemu Menteri Perdagangan Australia Simon Crean sore ini. Pembicaraan akan mencakup kemungkinan perjanjian perdagangan bebas.
Menurut ANTARA Selain para menteri, sejumlah gubernur juga mendampingi Presiden, antara lain Gubernur Papua Barnabas Suebu, Gubernur Papua Barat Abraham Ataruri dan Gubernur Bali Mangku Pastika.(MLA)
Timor Leste Pusat Suaka, Indonesia Santai
Kamis, 8 Juli 2010 - 19:33 wib
text TEXT SIZE :
Share
Fajar Nugraha - Okezone
JAKARTA - Pemerintah Australia menyatakan rencananya untuk menjadikan Timor Leste sebagai tempat proses bagi pencari suaka. Indonesia memandang santai langkah yang diambil oleh Pemerintahan Perdana Menteri (PM) Julia Gillard tersebut.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di sela-sela menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Meksiko Patricia Espinosa, menyatakan pemerintah masih memperhatikan kebijakan oleh PM Gillard tersebut. Berikut wawancara singkat Menlu Natalegawa dengan para wartawan di Gedung Pancasila, Jakarta.
Pemerintahan PM Julia Gillard menyatakan akan menjadikan Timor Leste sebagai pemrosesan bagi pencari suaka, apakah Pemerintah Indonesia akan protes?
Untuk apa kami melakukan hal itu (protes)? Kami juga belum melakukan apapun. Kami baru mendengar pengumuman dari pemerintahan baru Australia beberapa hari lalu. Jadi belum perlu menanggapi.
Apakah Pemerintah Indonesia menginginkan Pemerintah Timor Leste menerima rencana tersebut?
Bukan hak kami untuk memaksakan pendapat ke negara lain. Kami dengar rencana untuk membuat pemrosesan regional tersebut masih belum dirilis resmi. Kami tidak tahu lokasi pemrosesan pencari suaka itu dibangun, dengan kata lain rencana ini masih sedang dimatangkan oleh Pemerintah Australia.
Apakah Pemerintah Indonesia menilai rencana ini sebuah langkah tepat, apakah Indonesia punya masalah dengan langkah yang diambil Pemerintah Australia ini?
Seperti saya katakan sebelumnya, yang paling prinsip saat ini melihat kebijakan tersebut secara keseluruhan tentang apa yang ada di balik kebijakan itu sebenarnya. Saya tidak ingin berkomentar sebelum maksud dari kebijakan tersebut dijelaskan secara detail. Di saat bersamaan Indonesia dan Australia sangat konsisten, dalam menghadapi masalah pengungsi atau pencari suaka.
Kedua negara harus terus menyelesaikan masalah ini dengan pendekatan yang komprehensif dengan melibatkan negara asal dari pencari suaka tersebut.
Australia tidak berkonsultansi dengan Indonesia mengenai penunjukan Timor Leste ini, apakah Indonesia merasa dilecehkan?
Tidak ada tempat untuk emosi dalam hubungan diplomasi. Pemecahan masalah dalam lingkungan internasional seharusnya diselesaikan dengan pikiran yang jernih dan dialog konstruktif serta secara rasional.
Hal ini adalah pengumuman kebijakan dari pemerintah baru Australia, tidak hanya mengenai isu pencari suaka tetapi isu-isu nasional dari Australia. Kami tidak dapat menyerang kebijakan internal yang dikeluarkan oleh negara lain.
Pada Bali Process, apakah Australia sempat mengutarakan kebijakan penunjukan Timor Leste sebagai tempat pemrosesan bagi pencari suaka?
Tidak ada kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Pemerintah Australia pada pertemuan Bali Process. Pertemuan tersebut membicarakan banyak sekali pemecahan mengenai pencari suaka, tetapi yang menjadi agenda utama dari pertemuan tersebut adalah menyatukan cara pemecahan utama dari masalah pencari suaka ini.
Selain Bali Process, Indonesia dan Australia juga menggunakan Piagam Lombok dalam pemecahan masalah pencari suaka ini, serta instrumen-instrumen lain yang dilakukan oleh kedua negara mengenai masalah ini.
Tetapi lagi-lagi pemerintah belum mengetahui detail dari kebijakan tersebut. Jadi pemerintah belum berhak untuk memberikan pendapat mengenai masalah ini. Tetapi Indonesia mengharapkan masalah ini dapat dipecahkan dengan semangat regional kedua negara.
(faj)
text TEXT SIZE :
Share
Fajar Nugraha - Okezone
JAKARTA - Pemerintah Australia menyatakan rencananya untuk menjadikan Timor Leste sebagai tempat proses bagi pencari suaka. Indonesia memandang santai langkah yang diambil oleh Pemerintahan Perdana Menteri (PM) Julia Gillard tersebut.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di sela-sela menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Meksiko Patricia Espinosa, menyatakan pemerintah masih memperhatikan kebijakan oleh PM Gillard tersebut. Berikut wawancara singkat Menlu Natalegawa dengan para wartawan di Gedung Pancasila, Jakarta.
Pemerintahan PM Julia Gillard menyatakan akan menjadikan Timor Leste sebagai pemrosesan bagi pencari suaka, apakah Pemerintah Indonesia akan protes?
Untuk apa kami melakukan hal itu (protes)? Kami juga belum melakukan apapun. Kami baru mendengar pengumuman dari pemerintahan baru Australia beberapa hari lalu. Jadi belum perlu menanggapi.
Apakah Pemerintah Indonesia menginginkan Pemerintah Timor Leste menerima rencana tersebut?
Bukan hak kami untuk memaksakan pendapat ke negara lain. Kami dengar rencana untuk membuat pemrosesan regional tersebut masih belum dirilis resmi. Kami tidak tahu lokasi pemrosesan pencari suaka itu dibangun, dengan kata lain rencana ini masih sedang dimatangkan oleh Pemerintah Australia.
Apakah Pemerintah Indonesia menilai rencana ini sebuah langkah tepat, apakah Indonesia punya masalah dengan langkah yang diambil Pemerintah Australia ini?
Seperti saya katakan sebelumnya, yang paling prinsip saat ini melihat kebijakan tersebut secara keseluruhan tentang apa yang ada di balik kebijakan itu sebenarnya. Saya tidak ingin berkomentar sebelum maksud dari kebijakan tersebut dijelaskan secara detail. Di saat bersamaan Indonesia dan Australia sangat konsisten, dalam menghadapi masalah pengungsi atau pencari suaka.
Kedua negara harus terus menyelesaikan masalah ini dengan pendekatan yang komprehensif dengan melibatkan negara asal dari pencari suaka tersebut.
Australia tidak berkonsultansi dengan Indonesia mengenai penunjukan Timor Leste ini, apakah Indonesia merasa dilecehkan?
Tidak ada tempat untuk emosi dalam hubungan diplomasi. Pemecahan masalah dalam lingkungan internasional seharusnya diselesaikan dengan pikiran yang jernih dan dialog konstruktif serta secara rasional.
Hal ini adalah pengumuman kebijakan dari pemerintah baru Australia, tidak hanya mengenai isu pencari suaka tetapi isu-isu nasional dari Australia. Kami tidak dapat menyerang kebijakan internal yang dikeluarkan oleh negara lain.
Pada Bali Process, apakah Australia sempat mengutarakan kebijakan penunjukan Timor Leste sebagai tempat pemrosesan bagi pencari suaka?
Tidak ada kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Pemerintah Australia pada pertemuan Bali Process. Pertemuan tersebut membicarakan banyak sekali pemecahan mengenai pencari suaka, tetapi yang menjadi agenda utama dari pertemuan tersebut adalah menyatukan cara pemecahan utama dari masalah pencari suaka ini.
Selain Bali Process, Indonesia dan Australia juga menggunakan Piagam Lombok dalam pemecahan masalah pencari suaka ini, serta instrumen-instrumen lain yang dilakukan oleh kedua negara mengenai masalah ini.
Tetapi lagi-lagi pemerintah belum mengetahui detail dari kebijakan tersebut. Jadi pemerintah belum berhak untuk memberikan pendapat mengenai masalah ini. Tetapi Indonesia mengharapkan masalah ini dapat dipecahkan dengan semangat regional kedua negara.
(faj)
Panglima Perintahkan Perketat Pengamanan
Minggu, 11 Jul 2010, | 92
Timor Leste Negara Suaka, RI Netral
JAKARTA,Timex-Pemerintah Republik Indonesia menempatkan diri dalam dalam posisi netral terkait rencana Australia menjadikan Timor Leste sebagai tempat bagi pencari suaka.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa di sela-sela menerima kunjungan Menlu Meksiko, Patricia Espinosa, menyatakan pemerintah masih membaca kebijakan PM Julia Gillard tersebut secara umum. Artinya, belum ada komunikasi bilateral antara poros RI-Australia terkait rencana itu.
"Yang pasti kami tidak akan memrotes. RI belum melakukan apapun. Pemerintah baru mendengar pengumuman dari pemerintahan baru Australia beberapa hari lalu. Jadi belum perlu menanggapi hal itu," ujar Marty ketika ditemui di Kemenlu Jumat (9/7) lalu.
Marty menilai, Indonesia juga tidak berhak memaksakan pendapat kepada pemerintah Timor Leste. Mantan perwakilan khusus RI untuk PBB itu mengatakan, rencana membuat kawasan pemrosesan regional tersebut masih belum dirilis resmi oleh Australia. "Kami tidak tahu lokasi pemrosesan pencari suaka itu dibangun, dengan kata lain rencana ini masih sedang dimatangkan oleh Pemerintah Australia." ujar pria bernama panjang Raden Mohammad Marty Muliana Natalegawa tersebut.
Dalam konteks diplomasi regional, Indonesia melihat kebijakan itu secara keseluruhan terkait apa yang sejatinya ada di balik rencana Australia tersebut. Karena itu, Marty, tidak ingin berkomentar sebelum tujuan dari kebijakan tersebut dijelaskan secara detail oleh pemerintah Australia. "Di saat yang bersamaan Indonesia dan Australia sangat konsisten dalam menghadapi masalah pengungsi atau pencari suaka." Kata suami Sranya Bamrungphong tersebut.
Menurut Marty, kedua negara harus terus menyelesaikan masalah ini dengan pendekatan yang komprehensif dengan melibatkan negara asal dari pencari suaka tersebut. Dia mengatakan, Indonesia juga tidak merasa dilecehkan dalam konteks hubungan diplomasi. "Karena pemecahan masalah dalam lingkungan internasional seharusnya diselesaikan dengan pikiran yang jernih dan dialog konstruktif serta secara rasional," terangnya.
Juru bicara Kemenlu, Teuku Faizasyah menambahkan, besar kemungkinan dalam waktu dekat Australia akan melakukan konsultasi secara komprehensif terkait isu tersebut. Karena pada 14 Juli mendatang, Menlu Australia Stephen Smith berencana untuk melakukan kunjungan bilateral ke Jakarta. "Agenda pastinya memang masih disusun, tapi tidak menutup kemungkinan isu yang paling baru juga akan menjadi topic dalam hal ini terkait Timor Leste tersebut," terang Faiza.
Faiza membenarkan bahwa telah ada komunikasi awal antara kedua Menlu via telepon. Namun, materi yang dibahas dalam pembicaraan itu masih sangat premature dan belum bisa dijadikan pijakan bagi pemerintah RI untuk menentukan sikap terkait kebijakan Australia tersebut.
Di sisi lain, terkait solusi pencari suaka di poros regional Indonesia-Australia-Timor Leste pemerintah lebih mengedepankan forum Bali Process.
Yakni forum diskusi regional yang memang fokus pada upaya mencari solusi problem pencari suaka. Selain Bali Process, Indonesia dan Australia juga menggunakan Piagam Lombok dalam pemecahan masalah pencari suaka tersebut.
"Tetapi kami tegaskaan lagi bahwa pemerintah belum mengetahui detail dari kebijakan tersebut. Jadi kami merasa belum berhak memberikan pendapat. Indonesia mengharapkan masalah ini dapat dipecahkan dengan semangat regional kedua negara." Pungkas Faiza.
Di sisi lain, sebelum mencuatnya isu tersebut per 1 Februari silam Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso telah memerintahkan prajurit di perbatasan Indonesia-Timor Leste dan Australia memperketat penjagaan.
Karena, lokasi di perbatasan antara Indonesia-Timor Leste dan Australia terdiri dari pulau-pulau yang membutuhkan sarana transportasi dan komunikasi yang memadai sehingga harus mendapat penjagaan yang ketat.
Selain itu, Panglima TNI juga meminta jajaran TNI mengawal transisi demokrasi yang saat ini sedang berlangsung demi menjaga stabilitas nasional. "Karena selama 11 tahun reformasi, demokrasi di Indonesia masih dalam masa transisi, maka jajaran TNI harus turut ambil bagian untuk menyukseskan masa transisi tersebut." ujarnya ketika menyampaikan perintah tersebut.(zul/jpnn)
Timor Leste Negara Suaka, RI Netral
JAKARTA,Timex-Pemerintah Republik Indonesia menempatkan diri dalam dalam posisi netral terkait rencana Australia menjadikan Timor Leste sebagai tempat bagi pencari suaka.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa di sela-sela menerima kunjungan Menlu Meksiko, Patricia Espinosa, menyatakan pemerintah masih membaca kebijakan PM Julia Gillard tersebut secara umum. Artinya, belum ada komunikasi bilateral antara poros RI-Australia terkait rencana itu.
"Yang pasti kami tidak akan memrotes. RI belum melakukan apapun. Pemerintah baru mendengar pengumuman dari pemerintahan baru Australia beberapa hari lalu. Jadi belum perlu menanggapi hal itu," ujar Marty ketika ditemui di Kemenlu Jumat (9/7) lalu.
Marty menilai, Indonesia juga tidak berhak memaksakan pendapat kepada pemerintah Timor Leste. Mantan perwakilan khusus RI untuk PBB itu mengatakan, rencana membuat kawasan pemrosesan regional tersebut masih belum dirilis resmi oleh Australia. "Kami tidak tahu lokasi pemrosesan pencari suaka itu dibangun, dengan kata lain rencana ini masih sedang dimatangkan oleh Pemerintah Australia." ujar pria bernama panjang Raden Mohammad Marty Muliana Natalegawa tersebut.
Dalam konteks diplomasi regional, Indonesia melihat kebijakan itu secara keseluruhan terkait apa yang sejatinya ada di balik rencana Australia tersebut. Karena itu, Marty, tidak ingin berkomentar sebelum tujuan dari kebijakan tersebut dijelaskan secara detail oleh pemerintah Australia. "Di saat yang bersamaan Indonesia dan Australia sangat konsisten dalam menghadapi masalah pengungsi atau pencari suaka." Kata suami Sranya Bamrungphong tersebut.
Menurut Marty, kedua negara harus terus menyelesaikan masalah ini dengan pendekatan yang komprehensif dengan melibatkan negara asal dari pencari suaka tersebut. Dia mengatakan, Indonesia juga tidak merasa dilecehkan dalam konteks hubungan diplomasi. "Karena pemecahan masalah dalam lingkungan internasional seharusnya diselesaikan dengan pikiran yang jernih dan dialog konstruktif serta secara rasional," terangnya.
Juru bicara Kemenlu, Teuku Faizasyah menambahkan, besar kemungkinan dalam waktu dekat Australia akan melakukan konsultasi secara komprehensif terkait isu tersebut. Karena pada 14 Juli mendatang, Menlu Australia Stephen Smith berencana untuk melakukan kunjungan bilateral ke Jakarta. "Agenda pastinya memang masih disusun, tapi tidak menutup kemungkinan isu yang paling baru juga akan menjadi topic dalam hal ini terkait Timor Leste tersebut," terang Faiza.
Faiza membenarkan bahwa telah ada komunikasi awal antara kedua Menlu via telepon. Namun, materi yang dibahas dalam pembicaraan itu masih sangat premature dan belum bisa dijadikan pijakan bagi pemerintah RI untuk menentukan sikap terkait kebijakan Australia tersebut.
Di sisi lain, terkait solusi pencari suaka di poros regional Indonesia-Australia-Timor Leste pemerintah lebih mengedepankan forum Bali Process.
Yakni forum diskusi regional yang memang fokus pada upaya mencari solusi problem pencari suaka. Selain Bali Process, Indonesia dan Australia juga menggunakan Piagam Lombok dalam pemecahan masalah pencari suaka tersebut.
"Tetapi kami tegaskaan lagi bahwa pemerintah belum mengetahui detail dari kebijakan tersebut. Jadi kami merasa belum berhak memberikan pendapat. Indonesia mengharapkan masalah ini dapat dipecahkan dengan semangat regional kedua negara." Pungkas Faiza.
Di sisi lain, sebelum mencuatnya isu tersebut per 1 Februari silam Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso telah memerintahkan prajurit di perbatasan Indonesia-Timor Leste dan Australia memperketat penjagaan.
Karena, lokasi di perbatasan antara Indonesia-Timor Leste dan Australia terdiri dari pulau-pulau yang membutuhkan sarana transportasi dan komunikasi yang memadai sehingga harus mendapat penjagaan yang ketat.
Selain itu, Panglima TNI juga meminta jajaran TNI mengawal transisi demokrasi yang saat ini sedang berlangsung demi menjaga stabilitas nasional. "Karena selama 11 tahun reformasi, demokrasi di Indonesia masih dalam masa transisi, maka jajaran TNI harus turut ambil bagian untuk menyukseskan masa transisi tersebut." ujarnya ketika menyampaikan perintah tersebut.(zul/jpnn)
Menlu: Pusat Pencari Suaka Masih Harus Dibicarakan
Kamis, 15 Juli 2010 17:18 WIB | Peristiwa | Politik/Hankam | Dibaca 432 kali
Menlu: Pusat Pencari Suaka Masih Harus Dibicarakan
Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa (kanan) bersama Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Australia Stephen Smith (kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers di Gedung Kementrian Luar Negeri RI di Jakarta, Kamis (15/7). (ANTARA/HO/ip)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk berkomentar mengenai pusat pencari suaka regional dan masih membutuhkan pembicaraan lebih lanjut.
"Pembicaraan masih perlu dilanjutkan karena kami tidak terfokus dengan pusat pencari suaka regional saja, tetapi kami memiliki pandangan yang lebih luas, yaitu pandangan dalam kerangka kerja regional (regional framework)," kata Menlu RI bersama Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Australia Stephen Smith setelah pertemuan bilateral kedua menteri di Jakarta, Kamis.
Marty Natalegawa menyampaikan kedua negara mencoba untuk membangun kerangka kerja regional, termasuk pendekatan regional dalam menangani masalah penyeludupan manusia dan perdagangan manusia.
"Alasan kami membangun pusat pencari suaka regional untuk mengurangi insentif atau dorongan untuk melakukan penyeludupan manusia dan perdagangan manusia," kata Menludag Australia Stephen Smith dalam kunjungan yang keenam kalinya ke Indonesia.
Ia menyatakan penting untuk membangun pusat pencari suaka regional, namun masih belum memiliki kesepakatan antara negara transit dan negara tujuan.
"Kebijakan in tidak akan berjalan tanpa dukungan dari kawasan, atau dukungan dari UNHCR," tegasnya.
Ia pun setuju dengan Marty, menyatakan bahwa pembicaraan masih berada pada tahap awal dan akan dibahas lebih mendalam pada minggu-minggu mendatang.
Dalam kabinet pemerintah PM Julia Gillard, Stephen Smith menjabat dua kementerian, kementerian luar negeri dan perdagangan, dan kunjungan kali ini merupakan pertama kalinya saat menjabat sebagai menteri perdagangan.
Kunjungan Menlu Australia kali ini memiliki jadwal yang penuh, antara lain menghadiri peresmian sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri, di Balaraja, Banten, Kamis pagi, kemudian pertemuan bilateral dengan Menlu RI, lalu setelah makan siang di Kementerian Luar Negeri, Stephen melanjutkan pertemuan bilateral dengan Menteri Perdagangan RI Mari Elka Pangestu.
Diskusi dengan Menlu Marty Natalegawa berkisar masalah transnasional, seperti penyeludupan manusia dan perdagangan manusia, masalah ekstradisi, masalah perlindungan konsuler dan masalah pencemaran minyak, yaitu masalah tumpahan minyak dari kilang minyak Montara milik Australia hingga Celah Timor di selatan laut Indonesia.
Stephen Smith, yang tiba pada Rabu malam, dijadwalkan kembali ke negaranya malam ini.
Menlu: Pusat Pencari Suaka Masih Harus Dibicarakan
Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa (kanan) bersama Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Australia Stephen Smith (kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers di Gedung Kementrian Luar Negeri RI di Jakarta, Kamis (15/7). (ANTARA/HO/ip)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk berkomentar mengenai pusat pencari suaka regional dan masih membutuhkan pembicaraan lebih lanjut.
"Pembicaraan masih perlu dilanjutkan karena kami tidak terfokus dengan pusat pencari suaka regional saja, tetapi kami memiliki pandangan yang lebih luas, yaitu pandangan dalam kerangka kerja regional (regional framework)," kata Menlu RI bersama Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Australia Stephen Smith setelah pertemuan bilateral kedua menteri di Jakarta, Kamis.
Marty Natalegawa menyampaikan kedua negara mencoba untuk membangun kerangka kerja regional, termasuk pendekatan regional dalam menangani masalah penyeludupan manusia dan perdagangan manusia.
"Alasan kami membangun pusat pencari suaka regional untuk mengurangi insentif atau dorongan untuk melakukan penyeludupan manusia dan perdagangan manusia," kata Menludag Australia Stephen Smith dalam kunjungan yang keenam kalinya ke Indonesia.
Ia menyatakan penting untuk membangun pusat pencari suaka regional, namun masih belum memiliki kesepakatan antara negara transit dan negara tujuan.
"Kebijakan in tidak akan berjalan tanpa dukungan dari kawasan, atau dukungan dari UNHCR," tegasnya.
Ia pun setuju dengan Marty, menyatakan bahwa pembicaraan masih berada pada tahap awal dan akan dibahas lebih mendalam pada minggu-minggu mendatang.
Dalam kabinet pemerintah PM Julia Gillard, Stephen Smith menjabat dua kementerian, kementerian luar negeri dan perdagangan, dan kunjungan kali ini merupakan pertama kalinya saat menjabat sebagai menteri perdagangan.
Kunjungan Menlu Australia kali ini memiliki jadwal yang penuh, antara lain menghadiri peresmian sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri, di Balaraja, Banten, Kamis pagi, kemudian pertemuan bilateral dengan Menlu RI, lalu setelah makan siang di Kementerian Luar Negeri, Stephen melanjutkan pertemuan bilateral dengan Menteri Perdagangan RI Mari Elka Pangestu.
Diskusi dengan Menlu Marty Natalegawa berkisar masalah transnasional, seperti penyeludupan manusia dan perdagangan manusia, masalah ekstradisi, masalah perlindungan konsuler dan masalah pencemaran minyak, yaitu masalah tumpahan minyak dari kilang minyak Montara milik Australia hingga Celah Timor di selatan laut Indonesia.
Stephen Smith, yang tiba pada Rabu malam, dijadwalkan kembali ke negaranya malam ini.
Senin, 12 Juli 2010
Pencari Suaka Sri Lanka Imigrasi Tutup Akses Bantuan untuk Pencari Suaka
(en) 17 November 2009 - 15:27 WIB
Kurniawan Tri Yunanto
VHRmedia, Jakarta – Kantor Imigrasi Provinsi Banten menutup akses bantuan bagi pencari suaka asal Sri Lanka yang ditahan di atas kapal kayu di Pelabuhan Indah Kiat, Cilegon. Akibatnya, puluhan pencari suaka mulai terserang berbagai penyakit.
Rafi, salah seorang pencari suaka, mengatakan, kawasan Pelabuhan Indah Kiat kini dijaga personel TNI Angkatan Laut. Wartawan yang akan meliput kondisi para pencari suaka dilarang masuk.
“Tidak jelas maksudnya. Media sampai saat ini tidak bisa melakukan liputan. Pengungsi mulai menderita diare, karena beberapa hari ini turun hujan,” kata Rafi ketika dihubungi lewat telepon, Selasa (17/11).
Menurut Rafi, UNHCR belum dizinkan mengunjungi para pencari suaka. International Organization for Migration (IOM) juga mulai mengurangi jumlah bantuan. “Tidak ada organisasi lain lagi yang masuk.”
Joko Sumatri, anggota Solidaritas Masyarakat Sipil untuk Pencari Suaka dan Pengungsi, mengatakan akses mengunjungi para pencari suaka ditutup setelah Komnas HAM datang di lokasi beberapa minggu lalu. “Minggu kemarin kami ke sana untuk memberi bantuan sisir, cermin, dan sim card sesuai permintaan, tapi tidak boleh masuk.”
Hujan yang turun selama beberapa hari terakhir membuat kondisi kesehatan para pencari suaka semakin buruk. Kapal kayu yang memuat 255 orang pencari suaka hanya memiliki 1 toilet.
Para pencari suaka mulai panik ketika IOM berhenti memberikan bantuan pengobatan. Salah seorang pencari suaka yang sakit terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Krakatau Steel, di bawah pengawalan personel TNI Angkatan Laut.
Pada 10 Oktober lalu TNI Angkatan Laut menahan kapal kayu yang ditumpangi 255 pencari suaka asal Sri Lanka. Mereka adalah pengungsi konflik bersenjata di Sri Lanka yang berniat mencari suaka politik ke Australia.
Pemerintah Indonesia menangkap dan menahan mereka karena terikat perjanjian dengan Australia mengenai penanganan pencari suaka. Indonesia diminta menahan seluruh pengungsi yang akan memasuki perairan Australia, dengan imbalan bantuan ekonomi dan keuangan. (E1)
Foto: Solidaritas Masyarakat Sipil untuk Pencari Suaka dan Pengungsi
Kurniawan Tri Yunanto
VHRmedia, Jakarta – Kantor Imigrasi Provinsi Banten menutup akses bantuan bagi pencari suaka asal Sri Lanka yang ditahan di atas kapal kayu di Pelabuhan Indah Kiat, Cilegon. Akibatnya, puluhan pencari suaka mulai terserang berbagai penyakit.
Rafi, salah seorang pencari suaka, mengatakan, kawasan Pelabuhan Indah Kiat kini dijaga personel TNI Angkatan Laut. Wartawan yang akan meliput kondisi para pencari suaka dilarang masuk.
“Tidak jelas maksudnya. Media sampai saat ini tidak bisa melakukan liputan. Pengungsi mulai menderita diare, karena beberapa hari ini turun hujan,” kata Rafi ketika dihubungi lewat telepon, Selasa (17/11).
Menurut Rafi, UNHCR belum dizinkan mengunjungi para pencari suaka. International Organization for Migration (IOM) juga mulai mengurangi jumlah bantuan. “Tidak ada organisasi lain lagi yang masuk.”
Joko Sumatri, anggota Solidaritas Masyarakat Sipil untuk Pencari Suaka dan Pengungsi, mengatakan akses mengunjungi para pencari suaka ditutup setelah Komnas HAM datang di lokasi beberapa minggu lalu. “Minggu kemarin kami ke sana untuk memberi bantuan sisir, cermin, dan sim card sesuai permintaan, tapi tidak boleh masuk.”
Hujan yang turun selama beberapa hari terakhir membuat kondisi kesehatan para pencari suaka semakin buruk. Kapal kayu yang memuat 255 orang pencari suaka hanya memiliki 1 toilet.
Para pencari suaka mulai panik ketika IOM berhenti memberikan bantuan pengobatan. Salah seorang pencari suaka yang sakit terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Krakatau Steel, di bawah pengawalan personel TNI Angkatan Laut.
Pada 10 Oktober lalu TNI Angkatan Laut menahan kapal kayu yang ditumpangi 255 pencari suaka asal Sri Lanka. Mereka adalah pengungsi konflik bersenjata di Sri Lanka yang berniat mencari suaka politik ke Australia.
Pemerintah Indonesia menangkap dan menahan mereka karena terikat perjanjian dengan Australia mengenai penanganan pencari suaka. Indonesia diminta menahan seluruh pengungsi yang akan memasuki perairan Australia, dengan imbalan bantuan ekonomi dan keuangan. (E1)
Foto: Solidaritas Masyarakat Sipil untuk Pencari Suaka dan Pengungsi
Indonesia Rentan Terhadap Pencari Suaka
JUBI---Indonesia pada dasarnya bukan negara tujuan atau transit dari para pengungsi atau pencari suaka. Namun kenyataannya, hal ini tetap saja terjadi.
Perwakilan Departemen Hukum dan HAM, Ellan Agustav dalam Seminar On Inter-Agency Coordination In Handling Asylum Seekers and Refugees In Indonesia, Co- Sponsored Directorat General Of Imigration, UNHCR, Departemen Hukum dan HAM, di Caffe Belafiesta, Merauke (22/10), mengatakan, penanganan masalah pencari suaka ini diperparah lagi dengan adanya masalah kelembagaan, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana serta anggaran yang lemah.
“Ditinjau dari perspektif hukum keimigrasian, penanganan pengungsian di Indonesia tidak memiliki dasar hukum. Selama ini upaya perlindungan terhadap pengungsi yang ada di Indonesia sangat dikaitkan dengan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang berlandaskan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999,” jelasnya.
Menurut Ellan, peran keimigrasian sangat penting dalam penanganan keimigrasian, karena diantara pengungsi, ternyata ada yang masuk secara legal maupun ilegal ke wilayah NKRI. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan pihak keimigrasian akan menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan.
Dia berpendapat, dalam hal kelembagaan, sampai saat ini belum ada satu lembaga pemerintah yang secara khusus menangani masalah pengungsi. Operasionalisasi penanganan yang dilakukan lebih banyak berdasar pada otoritas masing-masing lembaga dengan dukungan IOM dan UNHCR.
Begitu pula dalam ketersediaan sarana dan prasarana untuk menampung pengungsi secara baik, benar, sehat dan sesuai standar kemanusiaan, kata dia, pemerintah Indonesia belum menyiapkan suatu tempat khusus yang mampu menampung pengungsi, baik secara kapasitas maupun kualitas.
Kaitannya dengan ketersediaan anggaran, menurut Ellan, Pemerintah Indonesia memerlukan keseriusan untuk memberikan perlindungan pada pengungsi. “Anggaran diatur sesuai APBN yang disesuaikan dengan kemampuan negara,” katanya.
Sesuai Kepres Nomor 40 tahun 2004 tentang rencana aksi nasional, Indonesia direncanakan akan mengakses Konfrensi Wina tahun 1951 tentang pengungsi dan perlindungan pengungsi. “Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan perlindungan penuh terhadap pengungsi. Imigrasi sebagai leading sektor tentunya harus berperan aktif dalam lalu lintas pengungsi bersama-sama instansi terkait dari pusat hingga daerah untuk penanganan pencari suaka,” tandasnya. (drie/Merauke)
Perwakilan Departemen Hukum dan HAM, Ellan Agustav dalam Seminar On Inter-Agency Coordination In Handling Asylum Seekers and Refugees In Indonesia, Co- Sponsored Directorat General Of Imigration, UNHCR, Departemen Hukum dan HAM, di Caffe Belafiesta, Merauke (22/10), mengatakan, penanganan masalah pencari suaka ini diperparah lagi dengan adanya masalah kelembagaan, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana serta anggaran yang lemah.
“Ditinjau dari perspektif hukum keimigrasian, penanganan pengungsian di Indonesia tidak memiliki dasar hukum. Selama ini upaya perlindungan terhadap pengungsi yang ada di Indonesia sangat dikaitkan dengan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang berlandaskan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999,” jelasnya.
Menurut Ellan, peran keimigrasian sangat penting dalam penanganan keimigrasian, karena diantara pengungsi, ternyata ada yang masuk secara legal maupun ilegal ke wilayah NKRI. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan pihak keimigrasian akan menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan.
Dia berpendapat, dalam hal kelembagaan, sampai saat ini belum ada satu lembaga pemerintah yang secara khusus menangani masalah pengungsi. Operasionalisasi penanganan yang dilakukan lebih banyak berdasar pada otoritas masing-masing lembaga dengan dukungan IOM dan UNHCR.
Begitu pula dalam ketersediaan sarana dan prasarana untuk menampung pengungsi secara baik, benar, sehat dan sesuai standar kemanusiaan, kata dia, pemerintah Indonesia belum menyiapkan suatu tempat khusus yang mampu menampung pengungsi, baik secara kapasitas maupun kualitas.
Kaitannya dengan ketersediaan anggaran, menurut Ellan, Pemerintah Indonesia memerlukan keseriusan untuk memberikan perlindungan pada pengungsi. “Anggaran diatur sesuai APBN yang disesuaikan dengan kemampuan negara,” katanya.
Sesuai Kepres Nomor 40 tahun 2004 tentang rencana aksi nasional, Indonesia direncanakan akan mengakses Konfrensi Wina tahun 1951 tentang pengungsi dan perlindungan pengungsi. “Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan perlindungan penuh terhadap pengungsi. Imigrasi sebagai leading sektor tentunya harus berperan aktif dalam lalu lintas pengungsi bersama-sama instansi terkait dari pusat hingga daerah untuk penanganan pencari suaka,” tandasnya. (drie/Merauke)
Ide Pusat Suaka Kontroversi
SYDNEY – Australia akan berdialog dengan Pemerintah Timor Leste dan Indonesia,pekan ini, untuk membahas rencana pembentukan pusat pencari suaka di Timor Leste.
Beberapa hari setelah dilantik, Perdana Menteri (PM) Australia yang baru, Julia Gillard, melontarkan rencana mendirikan pusat pencari suaka di Timor Leste.Rencana yang terkesan buru-buru ini diambil karena Julia khawatir dengan jumlah imigran asing yang terus berdatangan ke Australia.
“Pusat pencari suaka kawasan akan mengurangi kedatangan kapal imigran gelap ke Australia,”kata Gillard di depan pejabat jurusan Kebijakan Internasional Institut Lowy,Sydney. Gillard mengakui dirinya lebih suka berpikir secara sederhana. Pusat pencari suaka di Timor Leste adalah salah satu buktinya.
“Kenapa harus mengambil risiko besar jika Anda bisa dengan mudahnya mendirikan pusat urusan pencari suaka?”papar Gillard. Bagi Gillard, upaya penanggulangan imigran gelap dan pencari suaka merupakan “tantangan global”.
Pengganti Kevin Rudd itu bersikap cukup terbuka dengan memberikan beberapa detail pembentukan pusat pencari suaka. Namun,rencana Gillard ternyata dikritik sebagian pihak di Timor Leste.Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Stephen Smith membenarkan kondisi ini.Dia meminta pemerintah negara terkait menyikapi kebijakan ini dengan pertimbangan yang matang.
Smith yang membela Gillard mengingatkan bahwa PM Australia sudah bekerja keras demi menelurkan kebijakan ini. Bagi Smith,kebijakan pembentukan pusat pencari suaka merupakan sesuatu yang sulit. Dia ingin semua pihak menghargai apa yang tengah diupayakan Gillard. Dia tidak menyangka bakal mendapat respons yang jauh dari ekspektasi awal.
“Orang-orang yang kami harapkan bakal mendukung rencana ini ternyata kurang menghargai realitas sebuah isu besar di kawasan, bukan hanya Australia,”ujar Smith. Ditambahkan Menlu Australia, pihaknya akan secepatnya mendiskusikan rencana Gillard dengan dua pemerintah yang diketahui memberikan reaksi secara cepat, yaitu Indonesia dan Timor Leste.
“Saya akan mendiskusikan masalah pusat pencari suaka itu di Indonesia pekan ini dan kami akan mulai mendiskusikan secara detail dengan Timor Leste,”papar Smith. Semua berawal ketika Gillard, beberapa waktu lalu,menuturkan dia sudah mengadakan dialog dengan Pemerintah Timor Leste.
Disebutkan Gillard, pemerintah kedua negara telah mendiskusikan isu penyelundupan manusia, khususnya yang dibawa naik kapal ke perairan Negeri Kanguru. Dalam diskusi tersebut, Julia turut menekankan penyediaan rumah bagi para imigran. Dia melihat Timor Leste sebagai salah satu tempat yang memungkinkan untuk mendirikan pusat pencari suaka.
Ternyata,rencana Gillard mendapat banyak kritik di Timor Leste. Gillard yang telah berbicara dengan Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta diprotes karena tidak membicarakan rencana tersebut dengan Perdana Menteri (PM) Timor Leste Xanana Gusmao.
Padahal, Xanana Gusmao memiliki hak dan kekuasaan yang lebih besar dibandingkan Ramos- Horta. Gillard kembali dikritik karena tidak mengonsultasikan rencananya dengan Indonesia yang selama ini menjadi tempat singgah utama para imigran sebelum menuju Australia.
Gillard merasa rencananya sudah matang karena telah berdiskusi dengan pejabat internasional terkait,termasuk Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi Antonio Guteres dan PM Selandia Baru John Key.
Gillard menyatakan akan menerapkan kebijakan tegas dalam masalah imigran. Kebijakan ini berbeda dengan Rudd yang lebih terbuka dan moderat dalam masalah imigran. Orang tua Julia merupakan imigran. Bersama kelompok imigran lain, mereka berhasil masuk ke Australia pada 1966. Selama bertahun- tahun, Australia menjadi destinasi utama para pencari suaka.
Mereka masuk ke perairan Australia dengan menumpang kapal atau perahu secara ilegal. Semua yang pernah menjabat PM Australia menjadikan isu imigran sebagai persoalan penting. Dari tahun ke tahun, jumlah imigran bukannya berkurang,tapi justru semakin banyak.
Di satu sisi, Australia membutuhkan imigran dengan kete-rampilan tinggi untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja ahli di sektor industri.Namun, di sisi lain, kalau warga Australia semakin bertambah, pekerjaan pemerintah pun kian menumpuk. (Koran SI/Koran SI/Koran SI/anastasia ika) (//faj)
Beberapa hari setelah dilantik, Perdana Menteri (PM) Australia yang baru, Julia Gillard, melontarkan rencana mendirikan pusat pencari suaka di Timor Leste.Rencana yang terkesan buru-buru ini diambil karena Julia khawatir dengan jumlah imigran asing yang terus berdatangan ke Australia.
“Pusat pencari suaka kawasan akan mengurangi kedatangan kapal imigran gelap ke Australia,”kata Gillard di depan pejabat jurusan Kebijakan Internasional Institut Lowy,Sydney. Gillard mengakui dirinya lebih suka berpikir secara sederhana. Pusat pencari suaka di Timor Leste adalah salah satu buktinya.
“Kenapa harus mengambil risiko besar jika Anda bisa dengan mudahnya mendirikan pusat urusan pencari suaka?”papar Gillard. Bagi Gillard, upaya penanggulangan imigran gelap dan pencari suaka merupakan “tantangan global”.
Pengganti Kevin Rudd itu bersikap cukup terbuka dengan memberikan beberapa detail pembentukan pusat pencari suaka. Namun,rencana Gillard ternyata dikritik sebagian pihak di Timor Leste.Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Stephen Smith membenarkan kondisi ini.Dia meminta pemerintah negara terkait menyikapi kebijakan ini dengan pertimbangan yang matang.
Smith yang membela Gillard mengingatkan bahwa PM Australia sudah bekerja keras demi menelurkan kebijakan ini. Bagi Smith,kebijakan pembentukan pusat pencari suaka merupakan sesuatu yang sulit. Dia ingin semua pihak menghargai apa yang tengah diupayakan Gillard. Dia tidak menyangka bakal mendapat respons yang jauh dari ekspektasi awal.
“Orang-orang yang kami harapkan bakal mendukung rencana ini ternyata kurang menghargai realitas sebuah isu besar di kawasan, bukan hanya Australia,”ujar Smith. Ditambahkan Menlu Australia, pihaknya akan secepatnya mendiskusikan rencana Gillard dengan dua pemerintah yang diketahui memberikan reaksi secara cepat, yaitu Indonesia dan Timor Leste.
“Saya akan mendiskusikan masalah pusat pencari suaka itu di Indonesia pekan ini dan kami akan mulai mendiskusikan secara detail dengan Timor Leste,”papar Smith. Semua berawal ketika Gillard, beberapa waktu lalu,menuturkan dia sudah mengadakan dialog dengan Pemerintah Timor Leste.
Disebutkan Gillard, pemerintah kedua negara telah mendiskusikan isu penyelundupan manusia, khususnya yang dibawa naik kapal ke perairan Negeri Kanguru. Dalam diskusi tersebut, Julia turut menekankan penyediaan rumah bagi para imigran. Dia melihat Timor Leste sebagai salah satu tempat yang memungkinkan untuk mendirikan pusat pencari suaka.
Ternyata,rencana Gillard mendapat banyak kritik di Timor Leste. Gillard yang telah berbicara dengan Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta diprotes karena tidak membicarakan rencana tersebut dengan Perdana Menteri (PM) Timor Leste Xanana Gusmao.
Padahal, Xanana Gusmao memiliki hak dan kekuasaan yang lebih besar dibandingkan Ramos- Horta. Gillard kembali dikritik karena tidak mengonsultasikan rencananya dengan Indonesia yang selama ini menjadi tempat singgah utama para imigran sebelum menuju Australia.
Gillard merasa rencananya sudah matang karena telah berdiskusi dengan pejabat internasional terkait,termasuk Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi Antonio Guteres dan PM Selandia Baru John Key.
Gillard menyatakan akan menerapkan kebijakan tegas dalam masalah imigran. Kebijakan ini berbeda dengan Rudd yang lebih terbuka dan moderat dalam masalah imigran. Orang tua Julia merupakan imigran. Bersama kelompok imigran lain, mereka berhasil masuk ke Australia pada 1966. Selama bertahun- tahun, Australia menjadi destinasi utama para pencari suaka.
Mereka masuk ke perairan Australia dengan menumpang kapal atau perahu secara ilegal. Semua yang pernah menjabat PM Australia menjadikan isu imigran sebagai persoalan penting. Dari tahun ke tahun, jumlah imigran bukannya berkurang,tapi justru semakin banyak.
Di satu sisi, Australia membutuhkan imigran dengan kete-rampilan tinggi untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja ahli di sektor industri.Namun, di sisi lain, kalau warga Australia semakin bertambah, pekerjaan pemerintah pun kian menumpuk. (Koran SI/Koran SI/Koran SI/anastasia ika) (//faj)
Australia Beralih Ke Indonesia Urusan Pencari Suaka
Australia Beralih Ke Indonesia Urusan Pencari Suaka
(Vibizdaily - Internasional) Pemerintah Australia di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Julia Gillard tengah berlomba `menjual` solusi masalah pencari suaka yang memasuki perairan Australia dengan menumpang kapal penyelundup manusia.
Seperti diberitakan media massa Australia, pada Selasa (6/7) PM Gillard mengatakan bahwa pemerintahannya akan memperkokoh kerja sama dengan negara-negara tetangga dan berusaha menggandeng Timor Leste sebagai pusat penanganan para pencari suaka.
Namun pemerintahan Dili tidak menyambut pernyataan PM Gillard dengan cukup antusias.
Melihat hal itu pada Rabu siang (7/7), PM Gillard di sela-sela kunjungannya di Darwin, Northern Territory, mengumumkan kebijakan soal pencari suaka yang akan dijalani oleh pemerintahannya dan Partai Buruh (ALP) adalah memberikan paket bantuan kepada Indonesia dan beberapa negara tetangga.
Dalam rinciannya, Australia akan menyediakan kapal-kapal patroli dan pesawat pemantau ke Indonesia, sebagai bagian dari paket bantuan senilai 25 juta dolar Australia untuk melawan penyelundupan manusia (1 dolar Australia = Rp7.800).
Bantuan ini juga memuat alat-alat komunikasi untuk membantu kepolisian Indonesia mendeteksi dan mencegah para penyelundup manusia masuk ke perairan Indonesia.
Paket serupa juga akan diberikan kepada Malaysia, Thailand, Pakistan dan Sri Lanka.
Menurut Gillard, paket bantuan ini kembali menegaskan komitmen pemerintah Australia untuk bekerjasama dengan negara-negara tetangga dan asal pencari suaka menangani masalah penyelundupan manusia.
(bns/BNS/ant)
(Vibizdaily - Internasional) Pemerintah Australia di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Julia Gillard tengah berlomba `menjual` solusi masalah pencari suaka yang memasuki perairan Australia dengan menumpang kapal penyelundup manusia.
Seperti diberitakan media massa Australia, pada Selasa (6/7) PM Gillard mengatakan bahwa pemerintahannya akan memperkokoh kerja sama dengan negara-negara tetangga dan berusaha menggandeng Timor Leste sebagai pusat penanganan para pencari suaka.
Namun pemerintahan Dili tidak menyambut pernyataan PM Gillard dengan cukup antusias.
Melihat hal itu pada Rabu siang (7/7), PM Gillard di sela-sela kunjungannya di Darwin, Northern Territory, mengumumkan kebijakan soal pencari suaka yang akan dijalani oleh pemerintahannya dan Partai Buruh (ALP) adalah memberikan paket bantuan kepada Indonesia dan beberapa negara tetangga.
Dalam rinciannya, Australia akan menyediakan kapal-kapal patroli dan pesawat pemantau ke Indonesia, sebagai bagian dari paket bantuan senilai 25 juta dolar Australia untuk melawan penyelundupan manusia (1 dolar Australia = Rp7.800).
Bantuan ini juga memuat alat-alat komunikasi untuk membantu kepolisian Indonesia mendeteksi dan mencegah para penyelundup manusia masuk ke perairan Indonesia.
Paket serupa juga akan diberikan kepada Malaysia, Thailand, Pakistan dan Sri Lanka.
Menurut Gillard, paket bantuan ini kembali menegaskan komitmen pemerintah Australia untuk bekerjasama dengan negara-negara tetangga dan asal pencari suaka menangani masalah penyelundupan manusia.
(bns/BNS/ant)
Langganan:
Postingan (Atom)